Pihak Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menilai populasi satwa macan tutul, elang Jawa, dan owa Jawa di dalam kawasan hutan konservasi TNGHS semakin berkurang karena kerusakan habitat dan ekosistem alam. Kondisi ini sangat membahayakan bagi populasi tiga satwa endemik tersebut.
Kepala Balai TNGHS, Budi Candra di Lebak, Banten menyatakan bahwa khasi populasi satwa Jawa yang dilindungi harus diselamatkan. Dua tahun lalu, jumlah satwa macan tutul diperkirakan sebanyak 58 individu namun belum ada data terbaru lagi.
Budi juga menyebutkan bahwa setelah petugas memasang kamera trap di beberapa lokasi di TNGHS, masih ada satwa yang dilindungi tetapi jumlahnya menurun. Misalnya burung elang Jawa dan owa Jawa hanya ditemukan satu atau dua kelompok saja.
Pihak TNGHS sangat meminta masyarakat agar menjaga habitat populasi khas satwa endemik di dalam kawasan hutan untuk tidak punah. Selain itu, mereka juga mengingatkan agar penambangan emas tanpa izin (PETI) harus berhenti karena bisa menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan alam.
Kerusakan hutan di TNGHS yang parah, menyebabkan populasi tiga satwa tersebut berkurang. Selain itu, flora endemik lainnya seperti anggrek, puspa, saninten, dan rasamala juga terancam langka karena banyak ditebang oleh penambang ilegal.
Budi menegaskan bahwa kerusakan lingkungan ekologis di TNGHS berpotensi menimbulkan bencana banjir bandang dan longsor. Oleh itu, mereka sangat mendukung adanya kolaborasi untuk melakukan penertiban PETI yang melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH), termasuk 10 lembaga kementerian dan pemerintah daerah.
Kepala Balai TNGHS, Budi Candra di Lebak, Banten menyatakan bahwa khasi populasi satwa Jawa yang dilindungi harus diselamatkan. Dua tahun lalu, jumlah satwa macan tutul diperkirakan sebanyak 58 individu namun belum ada data terbaru lagi.
Budi juga menyebutkan bahwa setelah petugas memasang kamera trap di beberapa lokasi di TNGHS, masih ada satwa yang dilindungi tetapi jumlahnya menurun. Misalnya burung elang Jawa dan owa Jawa hanya ditemukan satu atau dua kelompok saja.
Pihak TNGHS sangat meminta masyarakat agar menjaga habitat populasi khas satwa endemik di dalam kawasan hutan untuk tidak punah. Selain itu, mereka juga mengingatkan agar penambangan emas tanpa izin (PETI) harus berhenti karena bisa menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan alam.
Kerusakan hutan di TNGHS yang parah, menyebabkan populasi tiga satwa tersebut berkurang. Selain itu, flora endemik lainnya seperti anggrek, puspa, saninten, dan rasamala juga terancam langka karena banyak ditebang oleh penambang ilegal.
Budi menegaskan bahwa kerusakan lingkungan ekologis di TNGHS berpotensi menimbulkan bencana banjir bandang dan longsor. Oleh itu, mereka sangat mendukung adanya kolaborasi untuk melakukan penertiban PETI yang melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH), termasuk 10 lembaga kementerian dan pemerintah daerah.