Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri telah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aset empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 di Mempawah, Kalimantan Barat. Penelusuran ini bertujuan untuk mendalami pihak-pihak yang diduga terlibat menerima uang dalam kasus tersebut.
Direktur Penindakan Kortas Tipikor Bareskrim Polri, Brigjen Toto Suharyanto, mengatakan bahwa penelusuran masih proses. Namun, dia juga menyebutkan bahwa pihaknya terus melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan ahli.
Ada empat tersangka dalam kasus ini, yaitu: Fahmi Mochtar (FM) sebagai ex Dirut PLN 2008-2009; Halim Kalla (HK) sebagai Presiden Direktur PT BRN yang juga adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK); RR sebagai Dirut PT BRN; dan HYL sebagai PT Praba. Kasus ini berawal saat ada lelang ulang proyek PLTU 1 Kalbar dengan kapasitas 2x50 megawatt pada tahun 2008.
Penelusuran yang dilakukan oleh Kortas Tipikor Polri menduga bahwa ada kesepakatan yang dibuat sebelum lelang itu. Pihaknya juga menduga bahwa perusahaan Alton, UGSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN.
Selain itu, tersangka FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN, Alton dan OJSC meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi. Pihaknya juga menduga bahwa perusahaan itu diduga mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada pada tahun 2009.
Penyimpangan terjadi membuat proyek PLTU tersebut mangkrak, dan polisi mengatakan ada kerugian keuangan negara Rp 1,3 triliun akibat kasus ini.
Direktur Penindakan Kortas Tipikor Bareskrim Polri, Brigjen Toto Suharyanto, mengatakan bahwa penelusuran masih proses. Namun, dia juga menyebutkan bahwa pihaknya terus melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan ahli.
Ada empat tersangka dalam kasus ini, yaitu: Fahmi Mochtar (FM) sebagai ex Dirut PLN 2008-2009; Halim Kalla (HK) sebagai Presiden Direktur PT BRN yang juga adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK); RR sebagai Dirut PT BRN; dan HYL sebagai PT Praba. Kasus ini berawal saat ada lelang ulang proyek PLTU 1 Kalbar dengan kapasitas 2x50 megawatt pada tahun 2008.
Penelusuran yang dilakukan oleh Kortas Tipikor Polri menduga bahwa ada kesepakatan yang dibuat sebelum lelang itu. Pihaknya juga menduga bahwa perusahaan Alton, UGSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN.
Selain itu, tersangka FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN, Alton dan OJSC meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi. Pihaknya juga menduga bahwa perusahaan itu diduga mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada pada tahun 2009.
Penyimpangan terjadi membuat proyek PLTU tersebut mangkrak, dan polisi mengatakan ada kerugian keuangan negara Rp 1,3 triliun akibat kasus ini.