Ternyata, industri pekerjaan migran ilegal di Indonesia tidak hanya terjebak dalam dunia perdagangan manusia, melainkan juga menggandung elemen-elemen tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang seringkali dilupakan oleh masyarakat.
Menurut Kapolresta Bandara Soetta, Pol Ronald Sipayung, sebanyak 15 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus TPPO di bandara Soekarno-Hatta. Tersangka-tersangka ini terdiri dari perempuan dan laki-laki dengan berbagai identitas, yang dijanjikan pekerjaan di luar negeri yang kemudian ternyata merupakan kebohongan.
"Mereka berhasil ditangkap setelah polisi membongkar praktik pengiriman calon pekerja migran Indonesia (CPMI) non-prosedural alias ilegal dengan tujuan bekerja ke luar negeri," kata Ronald, mengungkapkan bahwa kasus ini diawali dengan proses scouting korban yang kemudian menjadi target TPPO.
Menurut Ronald, para tersangka mengimpor scaming dan janji kerja palsu kepada korban pekerjaan, seperti asisten rumah tangga, perkebunan, admin judi online, dan pegawai restoran. Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk menghasilkan keuntungan dengan menggunakan nama-nama korban yang berpotensi.
"Para tersangka menjanjikan kepada CPMI non-prosedural untuk bekerja di negara Arab Saudi, Malaysia, Oman, Singapura, Laos, China, Korea Selatan dan Taiwan," kata Ronald.
Dalam kasus ini, 24 orang lainnya ditetapkan sebagai pencarian orang (DPO), yang menunjukkan bahwa masih banyak korban pekerjaan migran ilegal yang belum terdeteksi. Pihak polisi akan terus melakukan pengembangan dan pengejaran untuk menangkap tersangka-tersangka lainnya.
Menurut Kapolresta Bandara Soetta, Pol Ronald Sipayung, sebanyak 15 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus TPPO di bandara Soekarno-Hatta. Tersangka-tersangka ini terdiri dari perempuan dan laki-laki dengan berbagai identitas, yang dijanjikan pekerjaan di luar negeri yang kemudian ternyata merupakan kebohongan.
"Mereka berhasil ditangkap setelah polisi membongkar praktik pengiriman calon pekerja migran Indonesia (CPMI) non-prosedural alias ilegal dengan tujuan bekerja ke luar negeri," kata Ronald, mengungkapkan bahwa kasus ini diawali dengan proses scouting korban yang kemudian menjadi target TPPO.
Menurut Ronald, para tersangka mengimpor scaming dan janji kerja palsu kepada korban pekerjaan, seperti asisten rumah tangga, perkebunan, admin judi online, dan pegawai restoran. Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk menghasilkan keuntungan dengan menggunakan nama-nama korban yang berpotensi.
"Para tersangka menjanjikan kepada CPMI non-prosedural untuk bekerja di negara Arab Saudi, Malaysia, Oman, Singapura, Laos, China, Korea Selatan dan Taiwan," kata Ronald.
Dalam kasus ini, 24 orang lainnya ditetapkan sebagai pencarian orang (DPO), yang menunjukkan bahwa masih banyak korban pekerjaan migran ilegal yang belum terdeteksi. Pihak polisi akan terus melakukan pengembangan dan pengejaran untuk menangkap tersangka-tersangka lainnya.