Pertumbuhan Kredit UMKM Melambat, Apakah Ini Menjadi Kenyataan?
Pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Oktober 2025 melambat menjadi 0,11 persen. Pernyataan ini diberikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Menurut data yang dikeluarkan BI, pertumbuhan kredit UMKM telah mengalami perubahan arah. Pada periode sebelumnya, pertumbuhan kredit UMKM masih berada dalam kondisi positif. Namun, pada Oktober 2025, terjadi pelemahan yang cukup signifikan.
Pernyataan Perry Warjiyo menyebutkan bahwa tiga faktor utama menyebabkan perlemahan pertumbuhan kredit UMKM. Pertama, adalah permintaan kredit yang belum kuat. Kedua, adalah optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi. Dan ketiga, adalah suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
Selain itu, Perry juga menyebutkan bahwa bank masih menerapkan kehati-hatian khusus untuk segmen UMKM. Lending requirement segmen kredit konsumsi dan UMSM telah meningkat sebagai sikap kehati-hatian bank sejalan dengan tingginya risiko kredit pada kedua segmen tersebut.
Namun, kapasitas pembiayaan bank masih memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) meningkat menjadi 29,47 persen dan pertumbuhan DPK sebesar 11,48 persen (yoy).
Fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) juga masih cukup besar. Mencapai Rp2.450,7 triliun atau 22,97 persen dari plafon kredit yang tersedia.
Dalam proyeksi, BI memprediksi pertumbuhan kredit pada tahun 2025 akan berada di batas bawah kisaran 8-11 persen. Namun, diharapkan akan meningkat pada 2026.
Ke depan, BI akan bekerja sama dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pertumbuhan kredit dan memperbaiki struktur suku bunga.
Pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Oktober 2025 melambat menjadi 0,11 persen. Pernyataan ini diberikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Menurut data yang dikeluarkan BI, pertumbuhan kredit UMKM telah mengalami perubahan arah. Pada periode sebelumnya, pertumbuhan kredit UMKM masih berada dalam kondisi positif. Namun, pada Oktober 2025, terjadi pelemahan yang cukup signifikan.
Pernyataan Perry Warjiyo menyebutkan bahwa tiga faktor utama menyebabkan perlemahan pertumbuhan kredit UMKM. Pertama, adalah permintaan kredit yang belum kuat. Kedua, adalah optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi. Dan ketiga, adalah suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
Selain itu, Perry juga menyebutkan bahwa bank masih menerapkan kehati-hatian khusus untuk segmen UMKM. Lending requirement segmen kredit konsumsi dan UMSM telah meningkat sebagai sikap kehati-hatian bank sejalan dengan tingginya risiko kredit pada kedua segmen tersebut.
Namun, kapasitas pembiayaan bank masih memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) meningkat menjadi 29,47 persen dan pertumbuhan DPK sebesar 11,48 persen (yoy).
Fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) juga masih cukup besar. Mencapai Rp2.450,7 triliun atau 22,97 persen dari plafon kredit yang tersedia.
Dalam proyeksi, BI memprediksi pertumbuhan kredit pada tahun 2025 akan berada di batas bawah kisaran 8-11 persen. Namun, diharapkan akan meningkat pada 2026.
Ke depan, BI akan bekerja sama dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pertumbuhan kredit dan memperbaiki struktur suku bunga.