Teras Main Indonesia: Revitalisasi Warisan Budaya Bermain Tradisional di Tengah Digitalisasi
Kpoti menghadirkan festival teras main Indonesia sebagai ruang perjumpaan yang membawa kembali permainan rakyat dan olahraga tradisional ke permukaan. Acara ini berupaya menengok kembali warisan permainan tradisional yang kian jarang terlihat namun masih menyimpan jejak panjang dalam pembentukan karakter anak bangsa.
Menurut Ketua Dewan Pengarah Kpoti, Rima Agristina, Indonesia dikaruniai kekayaan budaya yang luar biasa termasuk dalam tradisi bermain. "Kita diwariskan permainan dan olahraga tradisional dengan jumlah 2.600 permainan dan olahragatadi Indonesia, terbanyak di dunia," ujarnya.
Kepada Rima Agristina diminta untuk menjelaskan mengapa pemerintah selalu memberi prioritas pada pendidikan karakter yang sesungguhnya.
Rima menjawab bahwa nilai-nilai Pancasila dapat didapatkan melalui permainan dan olahraga tradisional tersebut. Oleh karenanya, perlu kita lestarikan dan hidupkan kembali agar anak-anak kita tumbuh dengan karakter Indonesia yang sesungguhnya.
Ketua Pelaksana Teras Main Indonesia, M. Zaini Alif, mengatakan bahwa banyak permainan tradisional kini mulai langka akibat digitalisasi dan perubahan gaya hidup anak-anak yang semakin jauh dari ruang bermain fisik.
M. Zaini menjelaskan bahwa anak-anak masa kini lebih akrab dengan gim digital daripada permainan seperti bentengan, kelereng, gobak sodor, atau congklak. Hilangnya tradisi bermain ini tidak hanya mengancam keberlanjutan budaya tetapi juga mengikis nilai-nilai luhur yang selama ini menjadi jati diri bangsa.
"Permainan tradisional merupakan kekayaan budaya yang membentuk rasa kebersamaan sejak dini. Nilai seperti gotong royong, sportivitas, kebhinekaan, kreativitas, hingga rasa memiliki sebagai satu bangsa tumbuh dari kebiasaan bermain yang diwariskan turun-temurun," kata M. Zaini.
Festival ini menghadirkan ragam permainan dari 33 provinsi. Anak-anak dan keluarga yang hadir diajak mencoba langsung beragam permainan tersebut, merasakan kembali ritme interaksi yang lahir dari kerja sama, ketangkasan, dan tantangan fisik sederhana.
Selain arena permainan, festival ini juga menyuguhkan workshop mewarnai layang-layang dan membuat janur sebagai sarana menumbuhkan kreativitas dan ketekunan.
Di balik gelaran ini, Kpoti mendorong agar permainan tradisional kembali masuk ke ruang-ruang pendidikan. Melalui penyusunan modul pembelajaran, pelatihan fasilitator, dan sertifikasi pelatih daerah, KPOTI berharap permainan rakyat dapat menjadi bagian dari penguatan karakter di sekolah dan keluarga.
Teras Main Indonesia 2025 diharapkan menjadi momentum kebangkitan permainan rakyat sebagai sarana pendidikan karakter yang relevan dengan tantangan zaman.
Kpoti menghadirkan festival teras main Indonesia sebagai ruang perjumpaan yang membawa kembali permainan rakyat dan olahraga tradisional ke permukaan. Acara ini berupaya menengok kembali warisan permainan tradisional yang kian jarang terlihat namun masih menyimpan jejak panjang dalam pembentukan karakter anak bangsa.
Menurut Ketua Dewan Pengarah Kpoti, Rima Agristina, Indonesia dikaruniai kekayaan budaya yang luar biasa termasuk dalam tradisi bermain. "Kita diwariskan permainan dan olahraga tradisional dengan jumlah 2.600 permainan dan olahragatadi Indonesia, terbanyak di dunia," ujarnya.
Kepada Rima Agristina diminta untuk menjelaskan mengapa pemerintah selalu memberi prioritas pada pendidikan karakter yang sesungguhnya.
Rima menjawab bahwa nilai-nilai Pancasila dapat didapatkan melalui permainan dan olahraga tradisional tersebut. Oleh karenanya, perlu kita lestarikan dan hidupkan kembali agar anak-anak kita tumbuh dengan karakter Indonesia yang sesungguhnya.
Ketua Pelaksana Teras Main Indonesia, M. Zaini Alif, mengatakan bahwa banyak permainan tradisional kini mulai langka akibat digitalisasi dan perubahan gaya hidup anak-anak yang semakin jauh dari ruang bermain fisik.
M. Zaini menjelaskan bahwa anak-anak masa kini lebih akrab dengan gim digital daripada permainan seperti bentengan, kelereng, gobak sodor, atau congklak. Hilangnya tradisi bermain ini tidak hanya mengancam keberlanjutan budaya tetapi juga mengikis nilai-nilai luhur yang selama ini menjadi jati diri bangsa.
"Permainan tradisional merupakan kekayaan budaya yang membentuk rasa kebersamaan sejak dini. Nilai seperti gotong royong, sportivitas, kebhinekaan, kreativitas, hingga rasa memiliki sebagai satu bangsa tumbuh dari kebiasaan bermain yang diwariskan turun-temurun," kata M. Zaini.
Festival ini menghadirkan ragam permainan dari 33 provinsi. Anak-anak dan keluarga yang hadir diajak mencoba langsung beragam permainan tersebut, merasakan kembali ritme interaksi yang lahir dari kerja sama, ketangkasan, dan tantangan fisik sederhana.
Selain arena permainan, festival ini juga menyuguhkan workshop mewarnai layang-layang dan membuat janur sebagai sarana menumbuhkan kreativitas dan ketekunan.
Di balik gelaran ini, Kpoti mendorong agar permainan tradisional kembali masuk ke ruang-ruang pendidikan. Melalui penyusunan modul pembelajaran, pelatihan fasilitator, dan sertifikasi pelatih daerah, KPOTI berharap permainan rakyat dapat menjadi bagian dari penguatan karakter di sekolah dan keluarga.
Teras Main Indonesia 2025 diharapkan menjadi momentum kebangkitan permainan rakyat sebagai sarana pendidikan karakter yang relevan dengan tantangan zaman.