BRI, Bank Rakyat yang lahir dari Kas Masjid Purwokerto, memasuki usia 130 tahun dengan misi sebagai bank untuk rakyat. Perjalanan panjang ini dimulai pada tahun 1895 ketika Raden Aria Wirjaatmadja mendirikan Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuors Ambtenaren (Bank Pertolongan dan Tabungan Priyayi Purwokerto) untuk menyediakan akses keuangan yang adil bagi pegawai pribumi.
Pada awalnya, lembaga ini beroperasi dengan menggunakan kas masjid Purwokerto sebagai sumber dana, namun kemudian harus ditutup karena aturan pemerintah Hindia Belanda yang melarang penggunaan dana masjid untuk kepentingan di luar kegiatan ibadah. Meski begitu, lembaga ini tetap beroperasi dengan proses utang-piutang dan debitur mengembalikan dana pinjaman secara teratur.
Perkembangan positif ini akhirnya dilihat oleh para priyayi Eropa di Purwokerto yang mendukung rencana peresmian usaha peminjaman uang tersebut. Dengan hadirnya investor, lembaga ini dinilai prospektif dan layak sebagai sarana investasi.
Setelah kemerdekaan, peran BRI semakin ditegaskan melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1968 yang menetapkan BRI sebagai bank umum yang menjalankan fungsi strategis sebagai agen pembangunan.
Sekarang, BRI telah menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia yang fokus pada UMKM. Holding Ultra Mikro yang terdiri dari BRI, Pegadaian, dan PNM telah menjangkau 34,5 juta debitur aktif dengan 185 juta rekening simpanan mikro. Layanan keuangan BRI juga telah menjangkau hingga plosok negeri, dengan jumlah layanan E-Channel BRI yang mencapai lebih dari 687 ribu unit dan jaringan AgenBRILink yang tersebar di 66.648 desa di Indonesia.
Selain itu, BRI juga turut mengambil peran penting dalam mendukung berbagai program prioritas pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) terbesar di Indonesia dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Di sektor pemberdayaan desa, BRI juga berkomitmen memperkuat Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) melalui pemanfaatan jaringan AgenBRILink yang tersebar di pelosok Indonesia. Pada Program 3 Juta Rumah, BRI telah menyalurkan FLPP untuk lebih dari 25 ribu rumah.
Pada awalnya, lembaga ini beroperasi dengan menggunakan kas masjid Purwokerto sebagai sumber dana, namun kemudian harus ditutup karena aturan pemerintah Hindia Belanda yang melarang penggunaan dana masjid untuk kepentingan di luar kegiatan ibadah. Meski begitu, lembaga ini tetap beroperasi dengan proses utang-piutang dan debitur mengembalikan dana pinjaman secara teratur.
Perkembangan positif ini akhirnya dilihat oleh para priyayi Eropa di Purwokerto yang mendukung rencana peresmian usaha peminjaman uang tersebut. Dengan hadirnya investor, lembaga ini dinilai prospektif dan layak sebagai sarana investasi.
Setelah kemerdekaan, peran BRI semakin ditegaskan melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1968 yang menetapkan BRI sebagai bank umum yang menjalankan fungsi strategis sebagai agen pembangunan.
Sekarang, BRI telah menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia yang fokus pada UMKM. Holding Ultra Mikro yang terdiri dari BRI, Pegadaian, dan PNM telah menjangkau 34,5 juta debitur aktif dengan 185 juta rekening simpanan mikro. Layanan keuangan BRI juga telah menjangkau hingga plosok negeri, dengan jumlah layanan E-Channel BRI yang mencapai lebih dari 687 ribu unit dan jaringan AgenBRILink yang tersebar di 66.648 desa di Indonesia.
Selain itu, BRI juga turut mengambil peran penting dalam mendukung berbagai program prioritas pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) terbesar di Indonesia dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Di sektor pemberdayaan desa, BRI juga berkomitmen memperkuat Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) melalui pemanfaatan jaringan AgenBRILink yang tersebar di pelosok Indonesia. Pada Program 3 Juta Rumah, BRI telah menyalurkan FLPP untuk lebih dari 25 ribu rumah.