Indonesia Terus Mengintegrasikan Industri dengan Tiongkok, Meski Risiko Hilirisasi Meningkat
Kemendikbudristek dan 30 kampus-industri China telah menandatangani kerja sama yang berfokus pada pengembangan teknologi di bidang digital, pertanian, dan energi terbarukan. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan industri Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Menurut sumber di Kemendikbudristek, kerja sama ini diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 100.000 orang dan memberikan kontribusi sebesar Rp 120 triliun pada PDB nasional Indonesia. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan khawatirannya mengenai hilirisasi ekonomi.
Seorang ahli ekonomi di Universitas Indonesia mengatakan bahwa kerja sama ini tidak dapat dipungkircan sebagai bentuk proteksionisme. "Kemendikbudristek harus lebih berhati-hati dalam memilih partner dan melakukan audit yang matang untuk memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga," katanya.
Selain itu, perlu diingat bahwa kerja sama ini juga dapat meningkatkan ketergantungan ekonomi Indonesia pada Tiongkok. Seorang pakar politik di Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa kebijakan ini tidak akan mengurangi risiko hilirisasi ekonomi jika Indonesia tidak memiliki strategi pengembangan sentra industri yang lebih kuat.
Kemudian, kerja sama ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai privatisasi beberapa aset negara. "Jika beberapa aset negara tersebut diusahakan bersama dengan kampus-industri China, maka apakah itu tidak merupakan bentuk privatisasi yang sembarangan?" tanyanya.
Kemendikbudristek dan 30 kampus-industri China harus lebih teliti dalam menerapkan kebijakan ini agar tidak menimbulkan risiko yang tidak diinginkan.
Kemendikbudristek dan 30 kampus-industri China telah menandatangani kerja sama yang berfokus pada pengembangan teknologi di bidang digital, pertanian, dan energi terbarukan. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan industri Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Menurut sumber di Kemendikbudristek, kerja sama ini diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 100.000 orang dan memberikan kontribusi sebesar Rp 120 triliun pada PDB nasional Indonesia. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan khawatirannya mengenai hilirisasi ekonomi.
Seorang ahli ekonomi di Universitas Indonesia mengatakan bahwa kerja sama ini tidak dapat dipungkircan sebagai bentuk proteksionisme. "Kemendikbudristek harus lebih berhati-hati dalam memilih partner dan melakukan audit yang matang untuk memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga," katanya.
Selain itu, perlu diingat bahwa kerja sama ini juga dapat meningkatkan ketergantungan ekonomi Indonesia pada Tiongkok. Seorang pakar politik di Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa kebijakan ini tidak akan mengurangi risiko hilirisasi ekonomi jika Indonesia tidak memiliki strategi pengembangan sentra industri yang lebih kuat.
Kemudian, kerja sama ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai privatisasi beberapa aset negara. "Jika beberapa aset negara tersebut diusahakan bersama dengan kampus-industri China, maka apakah itu tidak merupakan bentuk privatisasi yang sembarangan?" tanyanya.
Kemendikbudristek dan 30 kampus-industri China harus lebih teliti dalam menerapkan kebijakan ini agar tidak menimbulkan risiko yang tidak diinginkan.