Dampak Perang Dagang Global terus mengejutkan dunia ekonomi, termasuk Indonesia. Konflik antara Amerika Serikat (AS) dan Cina yang semakin panas ini telah menyebabkan ketidakpastian bagi para investor dan produsen di berbagai negara, termasuk RI.
Menurut sumber-sumber keuangan, perang dagang yang semakin intensifikasi ini telah menurunkan harga komoditas seperti minyak mentah. Hal ini sangat berdampak pada ekspor Indonesia, terutama dari sektor energi dan pertambangan. Harga minyak Brent, salah satu standar harga minyak dunia, turun menjadi sekitar $70 per barrel pada akhir tahun 2024.
Dampaknya, nilai ekspor Indonesia yang sebelumnya stabil mulai berantakan. Menurut data dari Kementerian Perdagangan RI, nilai ekspor bulan November 2024 menurunkan sebesar 12% dibandingkan dengan periode sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, harga komoditas lain seperti nikel dan tembaga juga mulai menurun. Hal ini sangat berdampak bagi produsen yang tergantung pada ekspor untuk menghasilkan pendapatan mereka. Menurut survei dari Asosiasi Industri Pertambangan Nikel dan Tembaga Indonesia (APNI), banyak perusahaan di sektor tersebut yang sudah memulai untuk mengurangi produksi karena kondisi pasar yang tidak stabil.
"Perang dagang global ini sangat berdampak bagi industri kami, terutama yang tergantung pada ekspor. Kami harus lebih berhati-hati dalam menentukan strategi bisnis kami," kata Bapak Wahyu Setiawan, Presiden Direktur PT Antam yang merupakan salah satu produsen nikel dan tembaga terbesar di Indonesia.
Dengan demikian, pemerintah RI harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi dampak negatif ini. Menurut Menteri Perdagangan RI, TanRI, dia meminta agar para industri untuk tetap sabar dan menunggu keadaan pasar yang stabil kembali.
Menurut sumber-sumber keuangan, perang dagang yang semakin intensifikasi ini telah menurunkan harga komoditas seperti minyak mentah. Hal ini sangat berdampak pada ekspor Indonesia, terutama dari sektor energi dan pertambangan. Harga minyak Brent, salah satu standar harga minyak dunia, turun menjadi sekitar $70 per barrel pada akhir tahun 2024.
Dampaknya, nilai ekspor Indonesia yang sebelumnya stabil mulai berantakan. Menurut data dari Kementerian Perdagangan RI, nilai ekspor bulan November 2024 menurunkan sebesar 12% dibandingkan dengan periode sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, harga komoditas lain seperti nikel dan tembaga juga mulai menurun. Hal ini sangat berdampak bagi produsen yang tergantung pada ekspor untuk menghasilkan pendapatan mereka. Menurut survei dari Asosiasi Industri Pertambangan Nikel dan Tembaga Indonesia (APNI), banyak perusahaan di sektor tersebut yang sudah memulai untuk mengurangi produksi karena kondisi pasar yang tidak stabil.
"Perang dagang global ini sangat berdampak bagi industri kami, terutama yang tergantung pada ekspor. Kami harus lebih berhati-hati dalam menentukan strategi bisnis kami," kata Bapak Wahyu Setiawan, Presiden Direktur PT Antam yang merupakan salah satu produsen nikel dan tembaga terbesar di Indonesia.
Dengan demikian, pemerintah RI harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi dampak negatif ini. Menurut Menteri Perdagangan RI, TanRI, dia meminta agar para industri untuk tetap sabar dan menunggu keadaan pasar yang stabil kembali.