Pupuk Pemerintah: Berharga atau tidak?
Harga pupuk bersubsidi menurut Pemerintah terus diturunkan, dari 70 ribu rupiah per kilogram di tahun lalu menjadi 56 ribu rupiah. Tapi apa yang sebenarnya dampaknya bagi petani? Menurut Eliza Mardian, peneliti Center of Reform on Economics (CoRE), pemerintah harus diapresiasi karena menurunkan harga pupuk ini.
"Penurunan harga pupuk ini setidaknya dapat menekan biaya produksi di level petani," ucapnya. Namun, Eliza menjelaskan bahwa penurunan harga pupuk ini tidak akan berdampak signifikan pada penurunan biaya produksi secara keseluruhan.
"Karena porsi pengeluaran untuk beli pupuk dalam struktur biaya itu kurang lebih 12%-15%, 50% lebih itu untuk biaya tenaga kerja dan 25%-nya itu untuk sewa lahan," ujarnya. "Jadi kalau ingin mengurangi biaya produksi dan menurunkan harga beras, harus diperkuat dengan mekanisasi pertanian dan peningkatan produktivitas."
Eliza juga memberikan klarifikasi bahwa transmisi penurunan harga pupuk itu membutuhkan waktu minimal satu bulan. Pasalnya, di level pengecer, mereka masih memiliki stok dengan harga awal yang lebih mahal.
"Jadi ketika stok lama masih ada, mereka masih belum akan menurunkan harga karena para pengecer akan merugi," tandasnya. "Pemerintah perlu menyosialisasikan hal ini agar tidak terjadi konflik antara petani dan pengecer."
Eliza memperkirakan bahwa harga pupuk bersubsidi akan serentak turun saat penanaman pertama di bulan November dan Desember untuk panen di Maret-April 2026 mendatang.
"Sehingga diharapkan harga beras bisa turun dan petani makin sejahtera," pungkasnya.
Harga pupuk bersubsidi menurut Pemerintah terus diturunkan, dari 70 ribu rupiah per kilogram di tahun lalu menjadi 56 ribu rupiah. Tapi apa yang sebenarnya dampaknya bagi petani? Menurut Eliza Mardian, peneliti Center of Reform on Economics (CoRE), pemerintah harus diapresiasi karena menurunkan harga pupuk ini.
"Penurunan harga pupuk ini setidaknya dapat menekan biaya produksi di level petani," ucapnya. Namun, Eliza menjelaskan bahwa penurunan harga pupuk ini tidak akan berdampak signifikan pada penurunan biaya produksi secara keseluruhan.
"Karena porsi pengeluaran untuk beli pupuk dalam struktur biaya itu kurang lebih 12%-15%, 50% lebih itu untuk biaya tenaga kerja dan 25%-nya itu untuk sewa lahan," ujarnya. "Jadi kalau ingin mengurangi biaya produksi dan menurunkan harga beras, harus diperkuat dengan mekanisasi pertanian dan peningkatan produktivitas."
Eliza juga memberikan klarifikasi bahwa transmisi penurunan harga pupuk itu membutuhkan waktu minimal satu bulan. Pasalnya, di level pengecer, mereka masih memiliki stok dengan harga awal yang lebih mahal.
"Jadi ketika stok lama masih ada, mereka masih belum akan menurunkan harga karena para pengecer akan merugi," tandasnya. "Pemerintah perlu menyosialisasikan hal ini agar tidak terjadi konflik antara petani dan pengecer."
Eliza memperkirakan bahwa harga pupuk bersubsidi akan serentak turun saat penanaman pertama di bulan November dan Desember untuk panen di Maret-April 2026 mendatang.
"Sehingga diharapkan harga beras bisa turun dan petani makin sejahtera," pungkasnya.