Taufiq Hidayat, Komandan Respon Penyelamatan dan Kedaruratan Baznas Tanggap Bencana (BTB), mengekspresikan semangat dan pengalaman luar biasa dalam menghadapi bencana di Tapanuli. Ia telah berada di zona krisis paling parah di dunia, mulai dari gempa Myanmar, krisis kemanusiaan Rohingya di Bangladesh, operasi gempa Turki-Suriah, hingga bantuan kemanusiaan untuk Palestina via Mesir.
Setiap bencana memiliki tantangan unik, namun esensi kemanusiaan dan prinsip respon darurat tetap sama: ketepatan, kecepatan, dan empati. Taufiq membawa pengalaman ini sebagai panduan utama dalam operasi darurat di Tapanuli.
Dalam perjalanan Taufiq, pengalaman nasional seperti penanganan pemulasaraan jenazah covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, membentuk mentalnya untuk menghadapi tekanan ekstrem. Ia juga belajar mengelola logistik dalam skala besar di tengah keterbatasan infrastruktur di kamp pengungsi Rohingya.
Di Tapanuli, Taufiq memimpin tim yang harus menempuh perjalanan dua hari dari Bandara Silangit menuju lokasi yang terisolasi. Ia berpegangan pada prinsip *needs assessment* yang cepat dan adaptif, serta identifikasi titik kritis: logistik makanan dan air bersih, lalu komunikasi.
Dapur umum di Desa Tandihat, Tapanuli Selatan, dan Masjid An-Nursina, Tapanuli Tengah, menjadi contoh dari operasi ini. Dapur-dapur ini memproduksi hingga 1.950 bungkus makanan per hari untuk 630 jiwa pengungsi.
Tantangan terberat, seperti blackout komunikasi total, diatasi dengan inisiasi solusi teknologi. Starlink adalah pilihan tepat karena independen dari BTS yang rusak.
Kepemimpinan Taufiq tidak hanya berasal dari pengalaman lapangan, tetapi juga dari pelatihan karakter yang solid. Ia adalah salah satu dari 500 โzakat warriorโ Baznas yang menjalani Diklat Bela Negara di Rindam Jaya, sebuah program yang menyatukan disiplin spiritual dan kebangsaan ala militer.
Dalam perjalanan ini, Taufiq menunjukkan bahwa ia adalah bukti nyata dari visi Baznas: seorang pemimpin lapangan yang tenang, strategis, dan berintegritas di tengah kekacauan.
Setiap bencana memiliki tantangan unik, namun esensi kemanusiaan dan prinsip respon darurat tetap sama: ketepatan, kecepatan, dan empati. Taufiq membawa pengalaman ini sebagai panduan utama dalam operasi darurat di Tapanuli.
Dalam perjalanan Taufiq, pengalaman nasional seperti penanganan pemulasaraan jenazah covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, membentuk mentalnya untuk menghadapi tekanan ekstrem. Ia juga belajar mengelola logistik dalam skala besar di tengah keterbatasan infrastruktur di kamp pengungsi Rohingya.
Di Tapanuli, Taufiq memimpin tim yang harus menempuh perjalanan dua hari dari Bandara Silangit menuju lokasi yang terisolasi. Ia berpegangan pada prinsip *needs assessment* yang cepat dan adaptif, serta identifikasi titik kritis: logistik makanan dan air bersih, lalu komunikasi.
Dapur umum di Desa Tandihat, Tapanuli Selatan, dan Masjid An-Nursina, Tapanuli Tengah, menjadi contoh dari operasi ini. Dapur-dapur ini memproduksi hingga 1.950 bungkus makanan per hari untuk 630 jiwa pengungsi.
Tantangan terberat, seperti blackout komunikasi total, diatasi dengan inisiasi solusi teknologi. Starlink adalah pilihan tepat karena independen dari BTS yang rusak.
Kepemimpinan Taufiq tidak hanya berasal dari pengalaman lapangan, tetapi juga dari pelatihan karakter yang solid. Ia adalah salah satu dari 500 โzakat warriorโ Baznas yang menjalani Diklat Bela Negara di Rindam Jaya, sebuah program yang menyatukan disiplin spiritual dan kebangsaan ala militer.
Dalam perjalanan ini, Taufiq menunjukkan bahwa ia adalah bukti nyata dari visi Baznas: seorang pemimpin lapangan yang tenang, strategis, dan berintegritas di tengah kekacauan.