Tarif MRT-LRT Jakarta tidak akan Naik, Tetapi Transjakarta Butuh Perubahan
Dalam upaya menjaga kestabilan tarif transportasi umum di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) memastikan bahwa tarif MRT-LRT tidak akan naik. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, kajian terhadap kesediaan membayar dan kemampuan membayar menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini.
Syafrin menjelaskan bahwa tarif MRT-LRT di Jakarta sebesar Rp7.000, sedangkan nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp13.000 pada tahun lalu. Namun, subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan sekitar Rp6.000, masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Berdasarkan analisis tersebut, Syafrin mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta sudah seharusnya dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005, dan dalam dua dekade terakhir, upah minimum provinsi (UMP) telah meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
"Cost recovery" Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Namun, belum ada angka penyesuaian tarif yang ditentukan, masih terus didetailkan oleh pemerintah.
Sementara itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta Tuhiya mengatakan bahwa untuk rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih sebesar Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
Untuk menjaga keberlanjutan operasional, MRT Jakarta mengandalkan berbagai sumber pendapatan di luar tarif penumpang, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.
Dalam upaya menjaga kestabilan tarif transportasi umum di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) memastikan bahwa tarif MRT-LRT tidak akan naik. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, kajian terhadap kesediaan membayar dan kemampuan membayar menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini.
Syafrin menjelaskan bahwa tarif MRT-LRT di Jakarta sebesar Rp7.000, sedangkan nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp13.000 pada tahun lalu. Namun, subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan sekitar Rp6.000, masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Berdasarkan analisis tersebut, Syafrin mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta sudah seharusnya dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005, dan dalam dua dekade terakhir, upah minimum provinsi (UMP) telah meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
"Cost recovery" Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Namun, belum ada angka penyesuaian tarif yang ditentukan, masih terus didetailkan oleh pemerintah.
Sementara itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta Tuhiya mengatakan bahwa untuk rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih sebesar Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
Untuk menjaga keberlanjutan operasional, MRT Jakarta mengandalkan berbagai sumber pendapatan di luar tarif penumpang, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.