Kepemprov DKI Jakarta Pastikan Tarif MRT-LRT Tidak Naik, Bagaimana dengan Transjakarta?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menegaskan bahwa tarif MRT dan LRT tidak akan naik di tengah wacana efisiensi subsidi transportasi, meskipun pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah. Hal ini dituangkan dalam keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo.
Syafrin menekankan bahwa tarif MRT dan LRT saat ini masih dalam batas tarif yang berlaku sebelumnya, yaitu Rp7.000 untuk perjalanan satu kali. Meskipun demikian, dia juga mengakui bahwa subsidi pada tahun 2024 rata-rata sekitar Rp6.000 per pelanggan, yang masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Sementara itu, Syafrin menyatakan bahwa tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005 dan belum pernah dinaikkan sejak itu. Namun, dia juga mengakui bahwa biaya operasional Transjakarta semakin tinggi seiring dengan meningkatnya upah minimum provinsi (UMP) dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
Menurut Syafrin, penyesuaian tarif Transjakarta harus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Dia juga mengungkapkan bahwa besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang dan perlu ditinjau kembali agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.
Pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk dana bagi hasil (DBH), membuat proyeksi APBD DKI Jakarta 2025 turun signifikan. Hal ini membuat Syafrin berencana untuk mengembangkan pendapatan dari sumber non-farebox untuk menjaga keberlanjutan operasional MRT Jakarta.
Sementara itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiya, juga mengungkapkan bahwa nilai keekonomian rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus mencapai Rp32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih ini ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
"Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari non-farebox," kata Tuhiya.
Pemangkasan dana transfer ke daerah juga membuat Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa pemerintah provinsi akan mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum sebagai bagian dari langkah efisiensi anggaran. Namun, Pramono juga menegaskan bahwa kajian tersebut tidak serta-merta akan berujung pada kenaikan tarif transportasi umum di Jakarta.
"Subsidi transportasi kita besar sekali, tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh," ujar Pramono.
Pramono juga mengungkapkan bahwa besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang dan perlu ditinjau kembali agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menegaskan bahwa tarif MRT dan LRT tidak akan naik di tengah wacana efisiensi subsidi transportasi, meskipun pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah. Hal ini dituangkan dalam keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo.
Syafrin menekankan bahwa tarif MRT dan LRT saat ini masih dalam batas tarif yang berlaku sebelumnya, yaitu Rp7.000 untuk perjalanan satu kali. Meskipun demikian, dia juga mengakui bahwa subsidi pada tahun 2024 rata-rata sekitar Rp6.000 per pelanggan, yang masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Sementara itu, Syafrin menyatakan bahwa tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005 dan belum pernah dinaikkan sejak itu. Namun, dia juga mengakui bahwa biaya operasional Transjakarta semakin tinggi seiring dengan meningkatnya upah minimum provinsi (UMP) dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
Menurut Syafrin, penyesuaian tarif Transjakarta harus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Dia juga mengungkapkan bahwa besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang dan perlu ditinjau kembali agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.
Pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk dana bagi hasil (DBH), membuat proyeksi APBD DKI Jakarta 2025 turun signifikan. Hal ini membuat Syafrin berencana untuk mengembangkan pendapatan dari sumber non-farebox untuk menjaga keberlanjutan operasional MRT Jakarta.
Sementara itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiya, juga mengungkapkan bahwa nilai keekonomian rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus mencapai Rp32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih ini ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
"Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari non-farebox," kata Tuhiya.
Pemangkasan dana transfer ke daerah juga membuat Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa pemerintah provinsi akan mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum sebagai bagian dari langkah efisiensi anggaran. Namun, Pramono juga menegaskan bahwa kajian tersebut tidak serta-merta akan berujung pada kenaikan tarif transportasi umum di Jakarta.
"Subsidi transportasi kita besar sekali, tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh," ujar Pramono.
Pramono juga mengungkapkan bahwa besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang dan perlu ditinjau kembali agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.