JKP Pastikan Tarif MRT dan LRT Tidak Naik, Bagaimana dengan Transjakarta?
Dalam upaya untuk memastikan bahwa tarif MRT dan LRT di Jakarta tidak naik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan beberapa upaya. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, tariff yang berlaku saat ini masih dalam batas tarif yang berlaku sebelumnya, sehingga tidak ada alasan untuk menaikkan tarif tersebut.
Namun, perlu diingat bahwa ada beberapa rute transportasi lain seperti Transjakarta yang masih memiliki tarif yang relatif rendah. Menurut Syafrin, jika dilihat dari perhitungan tahun lalu terkait keekonomian tarif MRT, maka tarifnya sebesar Rp13.000, tetapi saat ini tarif hanya Rp7.000, sehingga subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan sekitar Rp6.000. Angka ini masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Syafrin juga mengungkapkan bahwa biaya operasional Transjakarta telah menurun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini, namun belum ada penyesuaian tarif. Penyesuaian tariff Transjakarta diperlukan untuk menjaga keberlanjutan layanan tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiya, mengatakan bahwa untuk rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, tetapi tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih sebesar Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
MRT Jakarta juga mengembangkan pendapatan dari non-farebox, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.
Dalam upaya untuk memastikan bahwa tarif MRT dan LRT di Jakarta tidak naik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan beberapa upaya. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, tariff yang berlaku saat ini masih dalam batas tarif yang berlaku sebelumnya, sehingga tidak ada alasan untuk menaikkan tarif tersebut.
Namun, perlu diingat bahwa ada beberapa rute transportasi lain seperti Transjakarta yang masih memiliki tarif yang relatif rendah. Menurut Syafrin, jika dilihat dari perhitungan tahun lalu terkait keekonomian tarif MRT, maka tarifnya sebesar Rp13.000, tetapi saat ini tarif hanya Rp7.000, sehingga subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan sekitar Rp6.000. Angka ini masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Syafrin juga mengungkapkan bahwa biaya operasional Transjakarta telah menurun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini, namun belum ada penyesuaian tarif. Penyesuaian tariff Transjakarta diperlukan untuk menjaga keberlanjutan layanan tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiya, mengatakan bahwa untuk rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, tetapi tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih sebesar Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
MRT Jakarta juga mengembangkan pendapatan dari non-farebox, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.