Fenomena di Indonesia terus mengalir, apalagi saat ada kontroversi yang melibatkan kegiatan konsen dengan teknologi artifisial intelligence (AI). Kini, para guru besar hukum pidana mulai menyuarakan kekhawatiran mereka tentang fenomena warga diunggah dan dijual foto warga di aplikasi berbasis AI.
"Di sisi hukum, perbuatan itu dikategorikan melawan hukum," kata Suparji Ahmad, guru besar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kegiatan memfoto warga tanpa izin adalah pelanggaran hak asasi manusia setiap warga negara.
Fenomena ini membuat banyak orang kaget dan memperdebatkan soal kerahasiaan data pribadi foto yang diunggah di aplikasi AI. Suparji Ahmad menjelaskan bahwa ada beberapa potensi pelanggaran dalam fenomena ini, seperti pencemaran nama baik hingga pencurian data pribadi.
"Ada beberapa pasal yang mengatur ketentuan ini," kata Suparji Ahmad. "Misalnya UU Hak Cipta di Pasal 12 dan 13, serta UU ITE melalui Pasal 7 ayat 1, PDP hingga UU Pornografi."
Ia juga menjelaskan bahwa foto warga yang diunggah tanpa izin masuk dalam ranah pribadi sehingga seseorang tanpa izin tidak boleh memfoto atau bahkan menyebarluaskan. Suparji Ahmad menilai fenomena ini merupakan pelanggaran serius bukan saja secara etika, namun juga hukum.
Namun, dia menjelaskan ada pembeda utama dalam dua kasus itu yaitu unsur diperjualbelikan.
"Mengingat aturan hukum yang ada, kita harus membuat regulasi yang jelas. Kita harus memberikan pendekatan hukum," kata Suparji Ahmad.
Di sisi lain, dia juga mendorong pemerintah untuk menghentikan fenomena ini.
"Di sisi hukum, perbuatan itu dikategorikan melawan hukum," kata Suparji Ahmad, guru besar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kegiatan memfoto warga tanpa izin adalah pelanggaran hak asasi manusia setiap warga negara.
Fenomena ini membuat banyak orang kaget dan memperdebatkan soal kerahasiaan data pribadi foto yang diunggah di aplikasi AI. Suparji Ahmad menjelaskan bahwa ada beberapa potensi pelanggaran dalam fenomena ini, seperti pencemaran nama baik hingga pencurian data pribadi.
"Ada beberapa pasal yang mengatur ketentuan ini," kata Suparji Ahmad. "Misalnya UU Hak Cipta di Pasal 12 dan 13, serta UU ITE melalui Pasal 7 ayat 1, PDP hingga UU Pornografi."
Ia juga menjelaskan bahwa foto warga yang diunggah tanpa izin masuk dalam ranah pribadi sehingga seseorang tanpa izin tidak boleh memfoto atau bahkan menyebarluaskan. Suparji Ahmad menilai fenomena ini merupakan pelanggaran serius bukan saja secara etika, namun juga hukum.
Namun, dia menjelaskan ada pembeda utama dalam dua kasus itu yaitu unsur diperjualbelikan.
"Mengingat aturan hukum yang ada, kita harus membuat regulasi yang jelas. Kita harus memberikan pendekatan hukum," kata Suparji Ahmad.
Di sisi lain, dia juga mendorong pemerintah untuk menghentikan fenomena ini.