"Indonesia Tahan Meski Incentif Capai Batas"
Pemerintah menetapkan kembali langkah mengurangi biaya produksi (CPB) untuk pembangunan listrik negara (PLN) di pengaturan Program Pengelolaan Energi Berkelanjutan (PEBB), yang disebut EV. Ini akan mempengaruhi pembiayaan energi terbarukan. Meski begitu, penasehat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) percaya bahwa pembiayaan EV tetap positif hingga akhir insentif Capasity Based Unit (CBU).
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi beban CPB. Pada awalnya, PLN diberi insentif CBU sebesar Rp 4,3 triliun untuk meningkatkan produksi listrik pada tahun-tahun terakhir ini. Namun, karena peningkatan biaya komoditas energi di dunia, pemerintah memutuskan untuk mengurangi CPB menjadi Rp 2,5 triliun. Peningkatan CPB akan menyebabkan biaya listrik meningkat.
Penasehat OJK percaya bahwa meskipun pembiayaan EV dikurangi, tetap saja investor masih tertarik dengan proyek-proyek tersebut. Pada awalnya, pengurangan CPB pada tahun 2023 sebesar Rp 1,8 triliun hanya berlaku untuk beberapa proyek pembangunan listrik negara (PLN). Namun, setelah diselesaikan proses revisi yang dilakukan oleh OJK, diumumkan bahwa semua proyek PLN tidak hanya memiliki CPB sebesar Rp 2,5 triliun, tetapi juga diberi insentif lainnya seperti Insentif Pengelolaan Energi Berkelanjutan (PEBB).
Selain itu, OJK juga percaya bahwa pembiayaan EV akan terus positif meskipun insentif CBU dikurangi. Karena investor masih membutuhkan dana untuk proyek-proyek tersebut dan sudah terlambat, maka mereka harus mencari alternatif lain untuk membiayai proyek pembangunan listrik negara (PLN) seperti penjualan saham atau emisi debet.
Pemerintah menetapkan kembali langkah mengurangi biaya produksi (CPB) untuk pembangunan listrik negara (PLN) di pengaturan Program Pengelolaan Energi Berkelanjutan (PEBB), yang disebut EV. Ini akan mempengaruhi pembiayaan energi terbarukan. Meski begitu, penasehat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) percaya bahwa pembiayaan EV tetap positif hingga akhir insentif Capasity Based Unit (CBU).
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi beban CPB. Pada awalnya, PLN diberi insentif CBU sebesar Rp 4,3 triliun untuk meningkatkan produksi listrik pada tahun-tahun terakhir ini. Namun, karena peningkatan biaya komoditas energi di dunia, pemerintah memutuskan untuk mengurangi CPB menjadi Rp 2,5 triliun. Peningkatan CPB akan menyebabkan biaya listrik meningkat.
Penasehat OJK percaya bahwa meskipun pembiayaan EV dikurangi, tetap saja investor masih tertarik dengan proyek-proyek tersebut. Pada awalnya, pengurangan CPB pada tahun 2023 sebesar Rp 1,8 triliun hanya berlaku untuk beberapa proyek pembangunan listrik negara (PLN). Namun, setelah diselesaikan proses revisi yang dilakukan oleh OJK, diumumkan bahwa semua proyek PLN tidak hanya memiliki CPB sebesar Rp 2,5 triliun, tetapi juga diberi insentif lainnya seperti Insentif Pengelolaan Energi Berkelanjutan (PEBB).
Selain itu, OJK juga percaya bahwa pembiayaan EV akan terus positif meskipun insentif CBU dikurangi. Karena investor masih membutuhkan dana untuk proyek-proyek tersebut dan sudah terlambat, maka mereka harus mencari alternatif lain untuk membiayai proyek pembangunan listrik negara (PLN) seperti penjualan saham atau emisi debet.