Pembiayaan Investasi Vehicular (EV) di Indonesia tetap diprediksi akan tetap positif, meskipun insentif CBU (Custom Built Unit) yang saat ini diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berakhir. Menurut Sumber di dalam OJK, pembiayaan EV masih merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan produksi dan penjualan mobil listrik di Indonesia.
Banyak perusahaan otomotif yang telah memulai produksi EV dengan bantuan insentif CBU, yang diharapkan akan berakhir pada awal 2024. Meskipun demikian, OJK masih yakin bahwa pembiayaan EV tetap positif karena terdapat beberapa faktor yang mendukung. Salah satunya adalah ketertarikan masyarakat yang meningkat terhadap mobil listrik karena keterbatasan sumber daya bahan bakar fosil dan perubahan iklim.
Selain itu, OJK juga percaya bahwa pembiayaan EV dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi digital. Dengan demikian, biaya produksi mobil listrik dapat dikurangi dan harga menjadi lebih kompetitif di pasar domestik. "OJK akan terus memantau perkembangan sektor EV dan melakukan evaluasi yang tepat untuk menentukan kesiapan pembiayaan tetap positif", ujar Sumber OJK.
Dalam jangka panjang, OJK yakin bahwa pembiayaan EV dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara di Indonesia. Menurut data yang dikumpulkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mobil listrik dapat menghasilkan kurang dari 1% emisi CO2 dibandingkan dengan mobil bahan bakar fosil.
Dengan demikian, OJK percaya bahwa insentif CBU yang berakhir akan menjadi kesempatan untuk mengoptimalkan strategi pembiayaan EV dan meningkatkan kinerja sektor tersebut. "OJK akan terus bekerja sama dengan perusahaan otomotif dan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor EV di Indonesia", tegas Sumber OJK.
Banyak perusahaan otomotif yang telah memulai produksi EV dengan bantuan insentif CBU, yang diharapkan akan berakhir pada awal 2024. Meskipun demikian, OJK masih yakin bahwa pembiayaan EV tetap positif karena terdapat beberapa faktor yang mendukung. Salah satunya adalah ketertarikan masyarakat yang meningkat terhadap mobil listrik karena keterbatasan sumber daya bahan bakar fosil dan perubahan iklim.
Selain itu, OJK juga percaya bahwa pembiayaan EV dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi digital. Dengan demikian, biaya produksi mobil listrik dapat dikurangi dan harga menjadi lebih kompetitif di pasar domestik. "OJK akan terus memantau perkembangan sektor EV dan melakukan evaluasi yang tepat untuk menentukan kesiapan pembiayaan tetap positif", ujar Sumber OJK.
Dalam jangka panjang, OJK yakin bahwa pembiayaan EV dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara di Indonesia. Menurut data yang dikumpulkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mobil listrik dapat menghasilkan kurang dari 1% emisi CO2 dibandingkan dengan mobil bahan bakar fosil.
Dengan demikian, OJK percaya bahwa insentif CBU yang berakhir akan menjadi kesempatan untuk mengoptimalkan strategi pembiayaan EV dan meningkatkan kinerja sektor tersebut. "OJK akan terus bekerja sama dengan perusahaan otomotif dan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor EV di Indonesia", tegas Sumber OJK.