Mobil Listrik Coba Bakal Membuat Indonesia Terbang 600% Konsumsi Aluminium.
Kontribusi industri mobil listrik bakal membuat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium semakin cepat. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi lonjakan kebutuhan aluminium di Indonesia, terutama untuk keperluan pengembangan EV community, akan naik hingga 600% dalam 30 tahun ke depan.
Konsumsi aluminium di Indonesia bakal meningkat karena kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik dan pembangunan pembangkit energi surya. Bahkan satu battery pack EV menggunakan sekitar 18% aluminium, dan pembangunan pembangkit surya membutuhkan sekitar 21 ton aluminium untuk setiap 1 MW.
"Konsumsi aluminium nasional akan meningkat sangat pesat, terutama karena kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik dan pembangunan pembangkit energi surya. Satu battery pack EV menggunakan sekitar 18% aluminium, dan pembangunan pembangkit surya membutuhkan sekitar 21 ton aluminium untuk setiap 1 MW," kata Direktur Pengembangan Usaha Inalum Arif Haendra.
Perkiraan ini bakal meningkatkan hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium. Sekarang, pasokan aluminium nasional masih bergantung pada impor sebesar 54 persen, sedangkan kontribusi Inalum baru 46 persen. Ketergantungan tersebut dinilai menjadi tantangan, mengingat aluminium adalah material strategis bagi sektor industri masa depan.
Percepatan pembangunan smelter baru membutuhkan kolaborasi antara berbagai kementerian dan pemerintah daerah. "Industri aluminium adalah industri energi-intensif. Konsistensi pasokan listrik, lebih baik lagi jika berbasis energi hijau, menjadi faktor penentu daya saing," kata Arif.
Pembangunan mobil listrik di Indonesia kian meningkat. Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada tahun 2021, penjualan mobil listrik di Indonesia hanya 0,5 persen. Sekarang di tahun 2025, pangsa pasar mobil listrik mencapai lebih dari 10 persen.
Perkiraan ini bakal membuat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium semakin cepat. Industri aluminium merupakan sektor energi-intensif yang membutuhkan dukungan lintas kementerian, termasuk soal energi, tata ruang, lingkungan, pembiayaan, dan regulasi industri.
Kontribusi industri mobil listrik bakal membuat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium semakin cepat. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi lonjakan kebutuhan aluminium di Indonesia, terutama untuk keperluan pengembangan EV community, akan naik hingga 600% dalam 30 tahun ke depan.
Konsumsi aluminium di Indonesia bakal meningkat karena kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik dan pembangunan pembangkit energi surya. Bahkan satu battery pack EV menggunakan sekitar 18% aluminium, dan pembangunan pembangkit surya membutuhkan sekitar 21 ton aluminium untuk setiap 1 MW.
"Konsumsi aluminium nasional akan meningkat sangat pesat, terutama karena kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik dan pembangunan pembangkit energi surya. Satu battery pack EV menggunakan sekitar 18% aluminium, dan pembangunan pembangkit surya membutuhkan sekitar 21 ton aluminium untuk setiap 1 MW," kata Direktur Pengembangan Usaha Inalum Arif Haendra.
Perkiraan ini bakal meningkatkan hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium. Sekarang, pasokan aluminium nasional masih bergantung pada impor sebesar 54 persen, sedangkan kontribusi Inalum baru 46 persen. Ketergantungan tersebut dinilai menjadi tantangan, mengingat aluminium adalah material strategis bagi sektor industri masa depan.
Percepatan pembangunan smelter baru membutuhkan kolaborasi antara berbagai kementerian dan pemerintah daerah. "Industri aluminium adalah industri energi-intensif. Konsistensi pasokan listrik, lebih baik lagi jika berbasis energi hijau, menjadi faktor penentu daya saing," kata Arif.
Pembangunan mobil listrik di Indonesia kian meningkat. Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada tahun 2021, penjualan mobil listrik di Indonesia hanya 0,5 persen. Sekarang di tahun 2025, pangsa pasar mobil listrik mencapai lebih dari 10 persen.
Perkiraan ini bakal membuat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium semakin cepat. Industri aluminium merupakan sektor energi-intensif yang membutuhkan dukungan lintas kementerian, termasuk soal energi, tata ruang, lingkungan, pembiayaan, dan regulasi industri.