Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengakui bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan menggelar sidang terhadap lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan pasca-gerakan demonstrasi akhir Agustus lalu. Sidang ini dijadwalkan untuk dimulai pada tanggal 29 Oktober mendatang.
Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa dia telah menerima surat MKD untuk mengadakan masa sidang terhadap lima anggota DPR tersebut selama masa reses. Dia juga mengaku telah memberikan izin atas permintaan tersebut, meski tidak disebutkan siapa saja yang diberi izin.
Sidang MKD ini dijadwalkan di tengah-tengah penonaktifan lima anggota DPR RI yang dinilai kurang empati dengan kritik masyarakat. Lima anggotanya adalah Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, serta Adies Kadir dari Fraksi Golkar.
Sejarah penonaktifan ini terjadi karena gerakan demonstrasi yang berlangsung akhir Agustus lalu. Gerakan tersebut berfokus pada kritik masyarakat terhadap sejumlah kebijakan pemerintah dan kinerja DPR RI sendiri.
Gelombang ini terjadi setelah sejumlah peristiwa kontroversi yang menimbulkan kemarahan masyarakat. Salah satunya adalah kebijakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Pada saat-saat tersebut, para anggota DPR RI yang bertugas sebagai pemimpin partai mereka seringkali tidak menghadapi kritik dari masyarakat secara langsung.
Dalam hal ini, beberapa anggota DPR RI dari berbagai partai politik (partai nasional) dianggap kurang empati dengan kebutuhan dan harapan rakyat.
Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa dia telah menerima surat MKD untuk mengadakan masa sidang terhadap lima anggota DPR tersebut selama masa reses. Dia juga mengaku telah memberikan izin atas permintaan tersebut, meski tidak disebutkan siapa saja yang diberi izin.
Sidang MKD ini dijadwalkan di tengah-tengah penonaktifan lima anggota DPR RI yang dinilai kurang empati dengan kritik masyarakat. Lima anggotanya adalah Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, serta Adies Kadir dari Fraksi Golkar.
Sejarah penonaktifan ini terjadi karena gerakan demonstrasi yang berlangsung akhir Agustus lalu. Gerakan tersebut berfokus pada kritik masyarakat terhadap sejumlah kebijakan pemerintah dan kinerja DPR RI sendiri.
Gelombang ini terjadi setelah sejumlah peristiwa kontroversi yang menimbulkan kemarahan masyarakat. Salah satunya adalah kebijakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Pada saat-saat tersebut, para anggota DPR RI yang bertugas sebagai pemimpin partai mereka seringkali tidak menghadapi kritik dari masyarakat secara langsung.
Dalam hal ini, beberapa anggota DPR RI dari berbagai partai politik (partai nasional) dianggap kurang empati dengan kebutuhan dan harapan rakyat.