Minuman yang disebut sebagai 'surga' dalam Al-Qur'an ternyata memiliki kaitan erat dengan Indonesia, terutama di Pulau Sumatra. Ayat ke-5 dan ke-6 dari Surah Al-Insan menyebutkan bahwa orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas yang campuran air kafur, yaitu mata air dalam surga yang diminum oleh hamba-hamba Allah.
Air kafur yang dimaksud adalah air kamper atau kapur barus. Menurut catatan sejarah, kamper memiliki kaitan erat dengan Indonesia, terutama di Sumatra. Pada abad ke-4 Masehi, kamper sudah diperdagangkan di sebagian besar dunia, dan pada abad ke-13, Ibn Sa'id al Magribi menyebutkan bahwa Fansur, yaitu Pulau Sumatra, adalah penghasil kamper.
Penelitian yang dilakukan oleh Prancis Nouha Stephan menunjukkan bahwa daerah Fansur memang memiliki kaitan erat dengan kamper. Selain itu, arkeolog Edward Mc. Kinnon juga menyebutkan bahwa Fansur terletak di ujung barat Aceh dan hipotesis ini didasarkan pada pertimbangan letak geografis dan data perdagangan.
Bukti lain yang diungkap oleh Claude Guillot menunjukkan bahwa ada tiga kawasan tempat kamper tumbuh sendiri, yaitu Sumatra, Semenanjung Melayu, dan Borneo. Namun, Guillot juga menyimpulkan bahwa daerah Barus di Sumatera adalah lokasi penghasil kamper yang paling signifikan.
Jika mengacu pada klaim Guillot, maka kamper yang dicatat dalam Al-Qur'an dan riwayat Nabi Muhammad atau digunakan dalam pengawetan mumi di Mesir, berasal dari Barus, Sumatra. Lebih lanjut, sejarawan Jajat Burhanudin juga menyarankan bahwa orang Arab dan Persia tiba di Barus melalui perjalanan langsung dari Teluk Persia, melewati Ceylon, lalu tiba di Pantai Barat Sumatra.
Kamper yang diperdagangkan di Barus menjadi sangat penting di era Kerajaan Sriwijaya abad ke-10. Denys Lombard juga menyarankan bahwa kamper sudah jadi barang yang sangat laku di pasar internasional, dan banyak para pengembara Arab berkunjung ke sana menggunakan kapal-kapal besar untuk mengangkut kamper.
Sejauh ini, minuman 'surga' yang disebutkan dalam Al-Qur'an ternyata memiliki kaitan erat dengan Indonesia, terutama di Pulau Sumatra. Kamper yang diperdagangkan di Barus masih diperdagangkan hingga ke luar negeri, dan proses Islamisasi di Nusantara pada abad ke-7 Masehi juga dipengaruhi oleh perdagangan kamper.
Air kafur yang dimaksud adalah air kamper atau kapur barus. Menurut catatan sejarah, kamper memiliki kaitan erat dengan Indonesia, terutama di Sumatra. Pada abad ke-4 Masehi, kamper sudah diperdagangkan di sebagian besar dunia, dan pada abad ke-13, Ibn Sa'id al Magribi menyebutkan bahwa Fansur, yaitu Pulau Sumatra, adalah penghasil kamper.
Penelitian yang dilakukan oleh Prancis Nouha Stephan menunjukkan bahwa daerah Fansur memang memiliki kaitan erat dengan kamper. Selain itu, arkeolog Edward Mc. Kinnon juga menyebutkan bahwa Fansur terletak di ujung barat Aceh dan hipotesis ini didasarkan pada pertimbangan letak geografis dan data perdagangan.
Bukti lain yang diungkap oleh Claude Guillot menunjukkan bahwa ada tiga kawasan tempat kamper tumbuh sendiri, yaitu Sumatra, Semenanjung Melayu, dan Borneo. Namun, Guillot juga menyimpulkan bahwa daerah Barus di Sumatera adalah lokasi penghasil kamper yang paling signifikan.
Jika mengacu pada klaim Guillot, maka kamper yang dicatat dalam Al-Qur'an dan riwayat Nabi Muhammad atau digunakan dalam pengawetan mumi di Mesir, berasal dari Barus, Sumatra. Lebih lanjut, sejarawan Jajat Burhanudin juga menyarankan bahwa orang Arab dan Persia tiba di Barus melalui perjalanan langsung dari Teluk Persia, melewati Ceylon, lalu tiba di Pantai Barat Sumatra.
Kamper yang diperdagangkan di Barus menjadi sangat penting di era Kerajaan Sriwijaya abad ke-10. Denys Lombard juga menyarankan bahwa kamper sudah jadi barang yang sangat laku di pasar internasional, dan banyak para pengembara Arab berkunjung ke sana menggunakan kapal-kapal besar untuk mengangkut kamper.
Sejauh ini, minuman 'surga' yang disebutkan dalam Al-Qur'an ternyata memiliki kaitan erat dengan Indonesia, terutama di Pulau Sumatra. Kamper yang diperdagangkan di Barus masih diperdagangkan hingga ke luar negeri, dan proses Islamisasi di Nusantara pada abad ke-7 Masehi juga dipengaruhi oleh perdagangan kamper.