Kecelakaan di Pantai Barat Pulau Siau, Sulawesi Utara, yang menewaskan 3 orang anak muda masih banyak dikoreksi hingga saat ini. Bukan hanya kecelakaan alam yang menyebabkan kematian itu, melainkan juga kurangnya kesadaran dan pendidikan tentang ombudsmanan di pantai.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah warga Pantai Barat Pulau Siau mulai berdiskusi tentang bahaya yang mengancam kehidupan mereka di pantai. Mereka membahas tentang bagaimana mereka perlu melindungi diri dari ombudsmanan di pantai, yaitu gelombang besar dan menerobosnya pada saat pasang surut.
Namun, sebelum ini, ada beberapa warga yang masih belum jujur mengenai bahaya tersebut. Mereka malah memilih untuk berjalan dengan laju kecepatan rendah di pantai, meskipun mereka sudah menyadari bahwa ombudsmanan itu tidak hanya mengancam kehidupan mereka saja, tetapi juga keselamatan perahu yang dikendarai oleh masyarakat sekitar.
Salah satu korban yang terkena kematian itu adalah Rizky, seorang mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di kota Manado. Ia ditemukan mati saat berada di pantai dengan luka-luka parah di bagian kepala dan tubuhnya.
Rizky sendiri pernah mengatakan bahwa ia sudah menyadari bahaya ombudsmanan itu, namun ia tidak mau untuk melarikan diri dari pantai karena ia merasa terlalu malu. Ia juga tidak ingin membuat orang lain merasa marah jika ia keluar dari pantai.
Kematian Rizky dan dua temannya yang juga meninggal di akhir pekan lalu ini masih sangat mengejutkan banyak warga Pantai Barat Pulau Siau. Kematian itu menyadarkan mereka untuk memulai perbincangan tentang bagaimana cara melindungi diri dari bahaya ombudsmanan itu.
"Kita tidak ingin kembali menjadi korban lagi", kata seorang warga yang masih hidup hingga saat ini. "Kita harus belajar dari kesalahan mereka dan mulai melakukan hal-hal yang tepat untuk melindungi diri kita sendiri dan orang lain di pantai."
Jangan mengherankan jika dalam beberapa hari mendatang, terutama saat pasang surut, para warga Pantai Barat Pulau Siau akan berlari ke arah pantai dengan laju kecepatan tinggi untuk melindungi diri mereka dari bahaya ombudsmanan itu.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah warga Pantai Barat Pulau Siau mulai berdiskusi tentang bahaya yang mengancam kehidupan mereka di pantai. Mereka membahas tentang bagaimana mereka perlu melindungi diri dari ombudsmanan di pantai, yaitu gelombang besar dan menerobosnya pada saat pasang surut.
Namun, sebelum ini, ada beberapa warga yang masih belum jujur mengenai bahaya tersebut. Mereka malah memilih untuk berjalan dengan laju kecepatan rendah di pantai, meskipun mereka sudah menyadari bahwa ombudsmanan itu tidak hanya mengancam kehidupan mereka saja, tetapi juga keselamatan perahu yang dikendarai oleh masyarakat sekitar.
Salah satu korban yang terkena kematian itu adalah Rizky, seorang mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di kota Manado. Ia ditemukan mati saat berada di pantai dengan luka-luka parah di bagian kepala dan tubuhnya.
Rizky sendiri pernah mengatakan bahwa ia sudah menyadari bahaya ombudsmanan itu, namun ia tidak mau untuk melarikan diri dari pantai karena ia merasa terlalu malu. Ia juga tidak ingin membuat orang lain merasa marah jika ia keluar dari pantai.
Kematian Rizky dan dua temannya yang juga meninggal di akhir pekan lalu ini masih sangat mengejutkan banyak warga Pantai Barat Pulau Siau. Kematian itu menyadarkan mereka untuk memulai perbincangan tentang bagaimana cara melindungi diri dari bahaya ombudsmanan itu.
"Kita tidak ingin kembali menjadi korban lagi", kata seorang warga yang masih hidup hingga saat ini. "Kita harus belajar dari kesalahan mereka dan mulai melakukan hal-hal yang tepat untuk melindungi diri kita sendiri dan orang lain di pantai."
Jangan mengherankan jika dalam beberapa hari mendatang, terutama saat pasang surut, para warga Pantai Barat Pulau Siau akan berlari ke arah pantai dengan laju kecepatan tinggi untuk melindungi diri mereka dari bahaya ombudsmanan itu.