Kolonialisme Belanda di Hindia tidak pernah membawa ambisi menyebarkan bahasanya. Sebaliknya, mereka memilih untuk menggunakan bahasa sebagai alat asimilasi, bukan sebagai pemersatu. Bahasa Belanda hanya tersedia bagi segelintir elit: pejabat Eropa, pengusaha, dan priyayi yang diizinkan masuk lingkaran kekuasaan.
Gagasan ini ditopang oleh pemerintah kolonial yang memilih segregasi bahasa sebagai strategi kekuasaan. Bahasa Belanda dijadikan tembok pemisah, bukan jembatan. Oleh karena itu, hanya rakyat pribumi yang menerima bahasa Melayu sebagai alat perjuangan.
Perlawanan terhadap kebijakan ini akhirnya mengubah bahasa menjadi senjata politik. Bahasa Melayu bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan simbol identitas dan gagasan-gagasan nasionalis. Pada Kongres Pemuda II di Batavia pada tahun 1928, lahirlah Sumpah Pemuda yang menetapkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat perjuangan rakyat.
Pemerintah kolonial tidak bisa mencegah perubahan ini. Bahkan, pembentukan Komisi-komisi bahasa membantu menerjemahkan istilah-istilah teknis dan administratif ke dalam bahasa Indonesia. Puncaknya, pada saat Sukarno dan Hatta membacakan teks proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, mereka memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Pemilihan ini bukan lagi diperdebatkan. Pasal 36 UUD 1945 mengukuhkannya dengan jelas. Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia.
Gagasan ini ditopang oleh pemerintah kolonial yang memilih segregasi bahasa sebagai strategi kekuasaan. Bahasa Belanda dijadikan tembok pemisah, bukan jembatan. Oleh karena itu, hanya rakyat pribumi yang menerima bahasa Melayu sebagai alat perjuangan.
Perlawanan terhadap kebijakan ini akhirnya mengubah bahasa menjadi senjata politik. Bahasa Melayu bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan simbol identitas dan gagasan-gagasan nasionalis. Pada Kongres Pemuda II di Batavia pada tahun 1928, lahirlah Sumpah Pemuda yang menetapkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat perjuangan rakyat.
Pemerintah kolonial tidak bisa mencegah perubahan ini. Bahkan, pembentukan Komisi-komisi bahasa membantu menerjemahkan istilah-istilah teknis dan administratif ke dalam bahasa Indonesia. Puncaknya, pada saat Sukarno dan Hatta membacakan teks proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, mereka memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Pemilihan ini bukan lagi diperdebatkan. Pasal 36 UUD 1945 mengukuhkannya dengan jelas. Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia.