MBG Disorot di Setahun Prabowo-Gibran, Pemacu Semangat Jadi Lebih Baik?
Program makan bergizi gratis (MBG) yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2015 sekarang menjadi sorotan masyarakat sipil. Meskipun program ini telah berjalan selama setahun, namun masih banyak kekurangan dan kritik dari organisasi-organisasi sosial yang melindungi hak-hak anak.
Menurut Ubaid Matraji, koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), program MBG ini masih belum memiliki dasar hukum yang jelas. "Sudah menghabiskan dana triliunan, tapi tidak punya dasar hukum. Ini program terkesan asal-asalan," kata Ubaid dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, JPPI juga mencatat bahwa laporan korban keracunan makanan menu MBG mengalami peningkatan. Pada 13-19 Oktober ini, sudah ada 1.602 anak yang keracunan makanan menu MBG, sehingga jumlah korban per 19 Oktober 2025 mencapai 13.168 anak.
Masyarakat sipil meminta agar pemerintah segera menghentikan sementara penyaluran makan bergizi gratis sampai ada aturan yang jelas dan seluruh wilayah maupun SPPG telah memenuhi standar keamanan pangan. "Utamakan keselamatan anak, jangan hanya kejar target dan klaim sukses," ucap Ubaid.
Namun, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tidak mengambil penilaian itu dengan serius. Dia berujar bahwa penilaian dari masyarakat sipil akan dijadikan motivasi untuk berbenah. "Penilaian itu bisa menjadi pemacu semangat untuk berbuat lebih baik," ujar Dadan.
Mengenai adanya penolakan menerima program makan bergizi gratis oleh sekolah maupun orang tua siswa, Dadan menyatakan lembaganya menghormati keputusan tersebut. Namun dia juga ingin menekankan bahwa pemerintah hanya fokus untuk mempercepat pelaksanaan program prioritas ini agar 55 persen penerima manfaat bisa segera mendapatkan haknya.
Program makan bergizi gratis (MBG) yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2015 sekarang menjadi sorotan masyarakat sipil. Meskipun program ini telah berjalan selama setahun, namun masih banyak kekurangan dan kritik dari organisasi-organisasi sosial yang melindungi hak-hak anak.
Menurut Ubaid Matraji, koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), program MBG ini masih belum memiliki dasar hukum yang jelas. "Sudah menghabiskan dana triliunan, tapi tidak punya dasar hukum. Ini program terkesan asal-asalan," kata Ubaid dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, JPPI juga mencatat bahwa laporan korban keracunan makanan menu MBG mengalami peningkatan. Pada 13-19 Oktober ini, sudah ada 1.602 anak yang keracunan makanan menu MBG, sehingga jumlah korban per 19 Oktober 2025 mencapai 13.168 anak.
Masyarakat sipil meminta agar pemerintah segera menghentikan sementara penyaluran makan bergizi gratis sampai ada aturan yang jelas dan seluruh wilayah maupun SPPG telah memenuhi standar keamanan pangan. "Utamakan keselamatan anak, jangan hanya kejar target dan klaim sukses," ucap Ubaid.
Namun, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tidak mengambil penilaian itu dengan serius. Dia berujar bahwa penilaian dari masyarakat sipil akan dijadikan motivasi untuk berbenah. "Penilaian itu bisa menjadi pemacu semangat untuk berbuat lebih baik," ujar Dadan.
Mengenai adanya penolakan menerima program makan bergizi gratis oleh sekolah maupun orang tua siswa, Dadan menyatakan lembaganya menghormati keputusan tersebut. Namun dia juga ingin menekankan bahwa pemerintah hanya fokus untuk mempercepat pelaksanaan program prioritas ini agar 55 persen penerima manfaat bisa segera mendapatkan haknya.