Korupsi Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam: Sejarah Keretakan Emosi Publik
Pada masa kemerdekaan Indonesia, skandal korupsi yang menjerat Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam (JMD) menjadi peristiwa yang sangat bersemangat dan menghantam rakyat. Pada tahun 1963-1966, JMD memegang kendali kebijakan keuangan dan perbankan negara, namun kesempatan itu digunakan untuk merebut uang negara hingga Rp97,3 miliar.
Skandal ini dimulai dengan penyalahgunaan kewenangan JMD untuk memberikan izin impor yang besar-besaran kepada perusahaan-perusahaan importir. Dengan demikian, dia bisa mendapatkan untung yang besar dari skema Deferred Payment yang mencapai US$ 270 juta. Selain itu, JMD juga mengucurkan kredit kepada sejumlah perusahaan yang berujung pada defisit negara melambung dan membengkak.
JMD tidak hanya menyalahguna kewenangannya sebagai Menteri Urusan Bank Sentral, tetapi juga melakukan penyelundupan senjata dari Cekoslovakia tanpa izin. Hasil korupsinya digunakan untuk membeli rumah, tanah, perhiasan, mobil, dan mengalirkannya kepada banyak perempuan. Totalnya, ada 25 perempuan simpanan dan enam istri yang mendapatkan dana darinya.
Perempuan-perempuan ini mendapat perlakuan serupa, yaitu menerima uang belanja Rp40 juta setiap bulan di luar jatah hidup mewah. JMD menikahi mereka dalam rentang 1964-1966, rata-rata satu hingga dua kali dalam setahun.
Di hadapan hakim, JMD berkilah bahwa dia tidak memahami kesalahan memiliki banyak istri dan simpanan. Ia menyampaikan alasan yang membuat ruang sidang terhening dan mengatakan bahwa bapak hakim tentunya mengerti mengapa ia keburu kawin sampai enam kali.
Skandal ini memicu kemarahan luas di kalangan publik. Pada saat itu, Indonesia sedang berada dalam krisis ekonomi parah, inflasi tinggi, dan harga pangan melambung. Di tengah penderitaan rakyat, gaya hidup mewah seorang pejabat negara menjadi pukulan keras bagi publik.
Setelah rangkaian sidang berlangsung, majelis hakim menjatuhkan vonis mati kepada JMD pada 8 September 1966. Namun, eksekusi itu tak pernah dilaksanakan. Pada September 1976, sebelum menghadapi regu tembak, JMD meninggal di penjara akibat tetanus. Hingga kini, dia tercatat sebagai koruptor pertama dan satu-satunya yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, skandal korupsi yang menjerat Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam (JMD) menjadi peristiwa yang sangat bersemangat dan menghantam rakyat. Pada tahun 1963-1966, JMD memegang kendali kebijakan keuangan dan perbankan negara, namun kesempatan itu digunakan untuk merebut uang negara hingga Rp97,3 miliar.
Skandal ini dimulai dengan penyalahgunaan kewenangan JMD untuk memberikan izin impor yang besar-besaran kepada perusahaan-perusahaan importir. Dengan demikian, dia bisa mendapatkan untung yang besar dari skema Deferred Payment yang mencapai US$ 270 juta. Selain itu, JMD juga mengucurkan kredit kepada sejumlah perusahaan yang berujung pada defisit negara melambung dan membengkak.
JMD tidak hanya menyalahguna kewenangannya sebagai Menteri Urusan Bank Sentral, tetapi juga melakukan penyelundupan senjata dari Cekoslovakia tanpa izin. Hasil korupsinya digunakan untuk membeli rumah, tanah, perhiasan, mobil, dan mengalirkannya kepada banyak perempuan. Totalnya, ada 25 perempuan simpanan dan enam istri yang mendapatkan dana darinya.
Perempuan-perempuan ini mendapat perlakuan serupa, yaitu menerima uang belanja Rp40 juta setiap bulan di luar jatah hidup mewah. JMD menikahi mereka dalam rentang 1964-1966, rata-rata satu hingga dua kali dalam setahun.
Di hadapan hakim, JMD berkilah bahwa dia tidak memahami kesalahan memiliki banyak istri dan simpanan. Ia menyampaikan alasan yang membuat ruang sidang terhening dan mengatakan bahwa bapak hakim tentunya mengerti mengapa ia keburu kawin sampai enam kali.
Skandal ini memicu kemarahan luas di kalangan publik. Pada saat itu, Indonesia sedang berada dalam krisis ekonomi parah, inflasi tinggi, dan harga pangan melambung. Di tengah penderitaan rakyat, gaya hidup mewah seorang pejabat negara menjadi pukulan keras bagi publik.
Setelah rangkaian sidang berlangsung, majelis hakim menjatuhkan vonis mati kepada JMD pada 8 September 1966. Namun, eksekusi itu tak pernah dilaksanakan. Pada September 1976, sebelum menghadapi regu tembak, JMD meninggal di penjara akibat tetanus. Hingga kini, dia tercatat sebagai koruptor pertama dan satu-satunya yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia.