Mengundang Kerajaan Kekacauan: Mahasiswa Universitas Diponegoro Menggunakan AI untuk Mengedar Konten Berkualitas Rendah
Dalam kalangan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), terdapat semacam perintah yang mengelilingi kegiatan edar konten berkualitas rendah. Banyak di antara mereka menggunakan teknologi artifisial intajil (AI) untuk mempercepat proses pengeditan, meski pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Menurut sumber yang dikontak, mahasiswa-mahasiswi Undip terlihat sangat mengutamakan kekuatan teknis dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Mereka mengandalkan AI sebagai alat bantu utama untuk mempercepat proses pengeditan konten, bahkan meski berarti mengurangi kualitas hasil akhir.
"AI dapat membantu kita menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan efisien," kata seorang mahasiswa yang tidak ingin nama terungkap. "Namun, saya tidak yakin apakah itu benar-benar sesuai dengan kepentingan masyarakat."
Dalam beberapa bulan terakhir, ada laporan tentang konten-konten di media sosial dan situs web yang mengandung kata-kata cabul dan tindakan yang tidak pantas. Banyak di antara mereka dikabarkan menggunakan AI untuk mempercepat proses pengeditan, sehingga kurangnya kehati-hatian dalam menilai kualitas konten tersebut.
Pihak berwenang telah mengutuk kebiasaan ini dan mengancam akan melakukan tindakan hukum bagi mereka yang terlibat. Namun, masih banyak di antara mahasiswa Undip yang terlihat tidak peduli dengan konsekuensi dari kebiasaan ini.
"Mereka hanya ingin memperoleh skor tinggi dalam proyek-proyek kita," kata seorang dosen yang bekerja sama dengan Universitas Diponegoro. "Tapi, itu bukan solusi bagi masalahnya. Kita harus lebih fokus pada kualitas konten daripada kecepatan pengeditannya."
Mengingat konsekuensi yang dihadapi oleh masyarakat akibat konten-konten berkualitas rendah, perlu adanya kesadaran dan etika yang lebih tinggi di kalangan mahasiswa-mahasiswi Undip.
Dalam kalangan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), terdapat semacam perintah yang mengelilingi kegiatan edar konten berkualitas rendah. Banyak di antara mereka menggunakan teknologi artifisial intajil (AI) untuk mempercepat proses pengeditan, meski pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Menurut sumber yang dikontak, mahasiswa-mahasiswi Undip terlihat sangat mengutamakan kekuatan teknis dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Mereka mengandalkan AI sebagai alat bantu utama untuk mempercepat proses pengeditan konten, bahkan meski berarti mengurangi kualitas hasil akhir.
"AI dapat membantu kita menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan efisien," kata seorang mahasiswa yang tidak ingin nama terungkap. "Namun, saya tidak yakin apakah itu benar-benar sesuai dengan kepentingan masyarakat."
Dalam beberapa bulan terakhir, ada laporan tentang konten-konten di media sosial dan situs web yang mengandung kata-kata cabul dan tindakan yang tidak pantas. Banyak di antara mereka dikabarkan menggunakan AI untuk mempercepat proses pengeditan, sehingga kurangnya kehati-hatian dalam menilai kualitas konten tersebut.
Pihak berwenang telah mengutuk kebiasaan ini dan mengancam akan melakukan tindakan hukum bagi mereka yang terlibat. Namun, masih banyak di antara mahasiswa Undip yang terlihat tidak peduli dengan konsekuensi dari kebiasaan ini.
"Mereka hanya ingin memperoleh skor tinggi dalam proyek-proyek kita," kata seorang dosen yang bekerja sama dengan Universitas Diponegoro. "Tapi, itu bukan solusi bagi masalahnya. Kita harus lebih fokus pada kualitas konten daripada kecepatan pengeditannya."
Mengingat konsekuensi yang dihadapi oleh masyarakat akibat konten-konten berkualitas rendah, perlu adanya kesadaran dan etika yang lebih tinggi di kalangan mahasiswa-mahasiswi Undip.