Maulana Izzat, calon praja asal Maluku Utara yang terlibat dalam kegiatan diksar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), meninggal dunia pada Rabu (8/10) pukul 23.50 WIB, menurut Wakil Rektor Bidang Administrasi IPDN, Arief M. Edie.
Arief mengungkap bahwa Izzat meninggal karena henti jantung, meski hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan ekstrem atau penyakit bawaan. "Saturasi oksigen masih 70, detak jantung juga 70. Jadi tidak ada indikasi kelelahan. Dan kalau punya riwayat jantung, sejak awal pasti tidak akan diterima sebagai calon praja," katanya.
Kehadiran Izzat dalam diksar IPDN terjadi setelah apel malam rutin yang dimulai pukul 22.00, dan menurut Arief, tidak ada unsur kekerasan dalam meninggalnya. "Peristiwa terjadi Rabu malam sekitar pukul 23.00, setelah apel malam rutin yang dimulai pukul 22.00," kata Arief saat ditemui di kampus IPDN.
Arief juga menyebutkan bahwa kegiatan diksar IPDN hanya berfokus pada latihan Peraturan Baris Berbaris (PBB) dan berlangsung selama dua minggu, tanpa ada aktivitas lari-lari berlebihan. "Kami semua tinggal di mes. Tidak ada kegiatan di luar, tidak ada aktivitas lari-lari berlebihan, hanya lari pagi dan sore seperti biasa," katanya.
Selain itu, Arief juga mengatakan bahwa IPDN telah menawarkan visum atau autopsi kepada keluarga Izzat, tetapi mereka menolak. "Kami tawarkan untuk visum atau autopsi, tapi keluarga menolak," tambahnya.
Arief membantah keras tudingan kekerasan dalam kegiatan diksar IPDN dan menegaskan bahwa calon praja belum memiliki interaksi sama sekali dengan senior, sehingga tidak mungkin ada kontak fisik. "IPDN sudah zero kekerasan. Untuk calon praja pun belum bertemu dengan senior karena masih dalam tahap diksar yang ditangani tim khusus," kata Arief.
Keluarga Izzat dinyatakan menyambut kenyataan meninggalnya anak mereka dengan ikhlas, dan IPDN juga memberikan santunan kepada keluarga Maulana sebagai bentuk tanggung jawab sosial lembaga.
Arief mengungkap bahwa Izzat meninggal karena henti jantung, meski hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan ekstrem atau penyakit bawaan. "Saturasi oksigen masih 70, detak jantung juga 70. Jadi tidak ada indikasi kelelahan. Dan kalau punya riwayat jantung, sejak awal pasti tidak akan diterima sebagai calon praja," katanya.
Kehadiran Izzat dalam diksar IPDN terjadi setelah apel malam rutin yang dimulai pukul 22.00, dan menurut Arief, tidak ada unsur kekerasan dalam meninggalnya. "Peristiwa terjadi Rabu malam sekitar pukul 23.00, setelah apel malam rutin yang dimulai pukul 22.00," kata Arief saat ditemui di kampus IPDN.
Arief juga menyebutkan bahwa kegiatan diksar IPDN hanya berfokus pada latihan Peraturan Baris Berbaris (PBB) dan berlangsung selama dua minggu, tanpa ada aktivitas lari-lari berlebihan. "Kami semua tinggal di mes. Tidak ada kegiatan di luar, tidak ada aktivitas lari-lari berlebihan, hanya lari pagi dan sore seperti biasa," katanya.
Selain itu, Arief juga mengatakan bahwa IPDN telah menawarkan visum atau autopsi kepada keluarga Izzat, tetapi mereka menolak. "Kami tawarkan untuk visum atau autopsi, tapi keluarga menolak," tambahnya.
Arief membantah keras tudingan kekerasan dalam kegiatan diksar IPDN dan menegaskan bahwa calon praja belum memiliki interaksi sama sekali dengan senior, sehingga tidak mungkin ada kontak fisik. "IPDN sudah zero kekerasan. Untuk calon praja pun belum bertemu dengan senior karena masih dalam tahap diksar yang ditangani tim khusus," kata Arief.
Keluarga Izzat dinyatakan menyambut kenyataan meninggalnya anak mereka dengan ikhlas, dan IPDN juga memberikan santunan kepada keluarga Maulana sebagai bentuk tanggung jawab sosial lembaga.