Kemungkinan Praktik Pemerasan di Dinassalain Dinas PUPR Riau, Ujar KPK.
Kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa mereka akan menelusuri kemungkinan praktik pemerasan pada dinas lain oleh Gubernur Riau, Abdul Wahid di lingkungan pemerintahan Provinsi Riau.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa mereka sedang melakukan penelitian terhadap dugaan pemerasan pada dinas lain setelah mengusut kemungkinan praktik tersebut pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau.
Menurut Asep, pengusutan terhadap praktik pemerasan ini dilakukan dengan menggandeng Kementerian Dalam Negeri yang sedang melakukan audit terhadap pemerintahan Provinsi Riau. Namun, menurutnya, mereka juga telah melakukan kegiatan yang sama di Riau sebelumnya.
Asep juga menyatakan bahwa KPK akan berkomitmen dalam mendalami perkara ini dan tidak hanya mengusut praktik pemerasan pada Dinas PUPR PKPP, tetapi juga pada dinas lain.
Jika ditemukan pemberian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya, KPK juga akan menangani hal tersebut.
Gubernur Riau, Abdul Wahid diduga meminta fee sebesar 5 persen atau sebesar Rp7 miliar kepada kepala unit pelaksana teknis (UPT) di Dinas PUPR PKPP. Fee tersebut diminta lewat Kepala Dinas PUPR Riau, Arief Setiawan.
Apabila para Kepala UPT tak menuruti perintah Gubernur tersebut, dia diancam dilakukan mutasi hingga pencopotan dari jabatannya. Pemberian itu akhirnya disepakati dan menggunakan bahasa kode β7 batangβ.
Sehingga, total penyerahan pada Juni - November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar.
Kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa mereka akan menelusuri kemungkinan praktik pemerasan pada dinas lain oleh Gubernur Riau, Abdul Wahid di lingkungan pemerintahan Provinsi Riau.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa mereka sedang melakukan penelitian terhadap dugaan pemerasan pada dinas lain setelah mengusut kemungkinan praktik tersebut pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau.
Menurut Asep, pengusutan terhadap praktik pemerasan ini dilakukan dengan menggandeng Kementerian Dalam Negeri yang sedang melakukan audit terhadap pemerintahan Provinsi Riau. Namun, menurutnya, mereka juga telah melakukan kegiatan yang sama di Riau sebelumnya.
Asep juga menyatakan bahwa KPK akan berkomitmen dalam mendalami perkara ini dan tidak hanya mengusut praktik pemerasan pada Dinas PUPR PKPP, tetapi juga pada dinas lain.
Jika ditemukan pemberian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya, KPK juga akan menangani hal tersebut.
Gubernur Riau, Abdul Wahid diduga meminta fee sebesar 5 persen atau sebesar Rp7 miliar kepada kepala unit pelaksana teknis (UPT) di Dinas PUPR PKPP. Fee tersebut diminta lewat Kepala Dinas PUPR Riau, Arief Setiawan.
Apabila para Kepala UPT tak menuruti perintah Gubernur tersebut, dia diancam dilakukan mutasi hingga pencopotan dari jabatannya. Pemberian itu akhirnya disepakati dan menggunakan bahasa kode β7 batangβ.
Sehingga, total penyerahan pada Juni - November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar.