KPK menahan dua tersangka korupsi kasus proyek DJKA Medan, yaitu Muhlis Hanggani Capah dan Eddy Kurniawan Winarto. Dua tersangka tersebut ditahan selama 20 hari sejak 1 Desember hingga 20 Desember lalu di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur.
Dikemudian, dua tersangka ini dituduh melakukan tindak pidana pengondisian yang dilakukan bersama staf. Kasus tersebut melibatkan proyek pembangunan jalur kereta api Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kemenhub Medan.
Dikatakan bahwa Muhlis memerintahkan stafnya untuk mengikuti pertemuan persiapan lelang paket pekerjaan di Hotel Kota Bandung. Pertemuan tersebut dilakukan antara Satker pelaksana BTP Sumatera Bagian Utara dan PT Istana Putra Agung (PT IPA).
Salah satu staf, Wisnu Argo Megantoro alias Dion Renato Sugiarto, memerintahkan Wisnu untuk mengikuti pertemuan tersebut. Dalam proses koordinasi penyusunan dokumen metode pekerjaan, Wisnu beberapa kali bertemu dengan Afong dari PT Waskita Karya.
Dikatakan bahwa pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion untuk pihak eksternal, termasuk untuk Pokja dan BPK, melibatkan pengeluaran Rp1,1 miliar untuk Muhlis pada tahun 2022 dan 2023. Sementara itu, pengeluaran Eddy sebesar Rp11,23 miliar pada September-Oktober 2022.
Kemudian, terdapat alasan mengapa Dion maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada Muhlis dan Eddy. Alasannya adalah khawatir tidak akan menang lelang paket proyek pekerjaan tersebut, serta karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian, dan pengawasan kontrak pekerjaan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melakukan tindak pidana korupsi.
Dikemudian, dua tersangka ini dituduh melakukan tindak pidana pengondisian yang dilakukan bersama staf. Kasus tersebut melibatkan proyek pembangunan jalur kereta api Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kemenhub Medan.
Dikatakan bahwa Muhlis memerintahkan stafnya untuk mengikuti pertemuan persiapan lelang paket pekerjaan di Hotel Kota Bandung. Pertemuan tersebut dilakukan antara Satker pelaksana BTP Sumatera Bagian Utara dan PT Istana Putra Agung (PT IPA).
Salah satu staf, Wisnu Argo Megantoro alias Dion Renato Sugiarto, memerintahkan Wisnu untuk mengikuti pertemuan tersebut. Dalam proses koordinasi penyusunan dokumen metode pekerjaan, Wisnu beberapa kali bertemu dengan Afong dari PT Waskita Karya.
Dikatakan bahwa pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion untuk pihak eksternal, termasuk untuk Pokja dan BPK, melibatkan pengeluaran Rp1,1 miliar untuk Muhlis pada tahun 2022 dan 2023. Sementara itu, pengeluaran Eddy sebesar Rp11,23 miliar pada September-Oktober 2022.
Kemudian, terdapat alasan mengapa Dion maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada Muhlis dan Eddy. Alasannya adalah khawatir tidak akan menang lelang paket proyek pekerjaan tersebut, serta karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian, dan pengawasan kontrak pekerjaan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melakukan tindak pidana korupsi.