KPK Jelaskan Rehabilitasi Prabowo ke Eks Dirut ASDP, "Tidak Preseden Buruk"
Rehabilitasi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Prabowo Subianto) kepada Ira Puspadewi, ex Direktur Utama PT ASDP periode 2017-2024, tidak dapat dianggap sebagai preseden buruk bagi kerja-kerja pemberantasan korupsi. Menurut Asep Guntur Rahayu, pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, rehabilitasi itu bukan merupakan hal yang sama dengan proses hukum.
"Apa kalian pikir rehabilitasi itu sama saja dengan pengakuan keguan dan proses hukum? Tidak ya," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih. "Terkait dengan hal tersebut bagi kami itu bukan merupakan preseden buruk karena ini berbeda."
Asep menjelaskan bahwa jajaran penyelidik, penyidik, dan penuntut umum sudah melewati semua dengan baik dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP tahun 2019-2022. Perkara tersebut sudah diuji lewat Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan berhasil memenangi Praperadilan tersebut.
Sementara itu, dalam pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Ira Puspadewi divonis dengan pidana empat tahun dan enam bulan penjara serta denda sejumlah Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Sementara Muhammad Yusuf Hadi dan Harry MAC divonis dengan pidana masing-masing empat tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut hakim, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun dalam KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP tahun 2019-2022.
"Perkara tersebut tidak bulat alias diwarnai oleh perbedaan pendapat atau dissenting opinion," kata hakim Sunoto. "Ira dkk seharusnya divonis lepas karena tidak ada tindak pidana korupsi dalam kasus KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP."
Asep menjelaskan bahwa rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Ira Puspadewi adalah hak prerogatif Bapak Presiden, tidak ada lagi pada lingkup dari kewenangan KPK.
Rehabilitasi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Prabowo Subianto) kepada Ira Puspadewi, ex Direktur Utama PT ASDP periode 2017-2024, tidak dapat dianggap sebagai preseden buruk bagi kerja-kerja pemberantasan korupsi. Menurut Asep Guntur Rahayu, pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, rehabilitasi itu bukan merupakan hal yang sama dengan proses hukum.
"Apa kalian pikir rehabilitasi itu sama saja dengan pengakuan keguan dan proses hukum? Tidak ya," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih. "Terkait dengan hal tersebut bagi kami itu bukan merupakan preseden buruk karena ini berbeda."
Asep menjelaskan bahwa jajaran penyelidik, penyidik, dan penuntut umum sudah melewati semua dengan baik dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP tahun 2019-2022. Perkara tersebut sudah diuji lewat Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan berhasil memenangi Praperadilan tersebut.
Sementara itu, dalam pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Ira Puspadewi divonis dengan pidana empat tahun dan enam bulan penjara serta denda sejumlah Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Sementara Muhammad Yusuf Hadi dan Harry MAC divonis dengan pidana masing-masing empat tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut hakim, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun dalam KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP tahun 2019-2022.
"Perkara tersebut tidak bulat alias diwarnai oleh perbedaan pendapat atau dissenting opinion," kata hakim Sunoto. "Ira dkk seharusnya divonis lepas karena tidak ada tindak pidana korupsi dalam kasus KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP."
Asep menjelaskan bahwa rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Ira Puspadewi adalah hak prerogatif Bapak Presiden, tidak ada lagi pada lingkup dari kewenangan KPK.