KPK Menilai Permohonan Paulus Tannos dalam Sidang Praperadilan Lebih Kabur dan Jelas Daripada Pulih.
Dalam sidang praperadilan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai permohonan dalil kubu Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po dalam kasus korupsi e-KTP lebih kabur dan jelas daripada pulih. Biro Hukum KPK menyatakan bahwa permohonan itu mencampurkan proses ekstradisi di Singapura dengan permohonan praperadilan yang terjadi di Indonesia, sehingga tidak dapat dipahami.
"Dalil-dalil Posita Pemohon yang mencampurkan proses ekstradisi berdasarkan hukum di Singapura dengan permohonan praperadilan yang bersifat formil berdasarkan KUHAP yang berlaku di Indonesia," kata Anggota Tim Biro Hukum KPK, Indah dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Selain itu, kubu Paulus Tannos juga telah mencampurkan proses penahanan yang dilakukan otoritas Singapura dengan penahanan pidana berdasarkan Pasal 22 KUHAP yang berlaku di Indonesia. Hal ini menurut Indah, lebih jauh dari lingkup kewenangan hakim praperadilan.
Dalam sidang praperadilan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai permohonan dalil kubu Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po dalam kasus korupsi e-KTP lebih kabur dan jelas daripada pulih. Biro Hukum KPK menyatakan bahwa permohonan itu mencampurkan proses ekstradisi di Singapura dengan permohonan praperadilan yang terjadi di Indonesia, sehingga tidak dapat dipahami.
"Dalil-dalil Posita Pemohon yang mencampurkan proses ekstradisi berdasarkan hukum di Singapura dengan permohonan praperadilan yang bersifat formil berdasarkan KUHAP yang berlaku di Indonesia," kata Anggota Tim Biro Hukum KPK, Indah dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Selain itu, kubu Paulus Tannos juga telah mencampurkan proses penahanan yang dilakukan otoritas Singapura dengan penahanan pidana berdasarkan Pasal 22 KUHAP yang berlaku di Indonesia. Hal ini menurut Indah, lebih jauh dari lingkup kewenangan hakim praperadilan.