KPK Jelaskan Tiga Tangga Konflik Kepentingan Menuju Korupsi
Konflik kepentingan merupakan pintu masuk korupsi. Dalam pengambilan keputusan, ada tiga jenis konflik kepentingan yang bisa berbuah menjadi praktik korupsi. KPK menjelaskan bahwa konflik kepentingan terbagi menjadi tiga jenis.
Pertama, konflik kepentingan aktual. Ini adalah situasi ketika urusan pribadi bercampur dengan urusan profesional dalam pengambilan keputusan. Konflik ini membuat keputusan yang diambil tidak objektif dan merugikan banyak pihak. Misalnya, staf pengadaan di sebuah instansi ikut serta dalam proses lelang pengadaan yang diadakan. Berkat jabatannya, staf tersebut memenangkan lelang di perusahaan tempatnya bekerja.
Kedua, konflik kepentingan potensial. Ini berkaitan dengan keputusan yang diambil untuk masa yang akan datang. Konflik ini terjadi ketika kepentingan pribadi berpotensi mempengaruhi keputusan masa depan. Misalnya, suatu keputusan yang diambil untuk meningkatkan pendapatan dapat dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, seperti mempromosikan anak sendiri.
Ketiga, konflik kepentingan yang dipersepsikan. Ini berkaitan dengan saat orang lain menilai adanya campur tangan kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugas atau pengambilan keputusan, meskipun kenyataannya hal tersebut beluk terjadi. Misalnya, seorang penegak hukum menghadiri acara pernikahan kerabat yang sedang berperkara. Walaupun kedatangan penegak hukum itu merupakan acara pribadi, namun tetap dapat menimbulkan persepsi kedekatan keduanya akan mempengaruhi obyektivitas penanganan perkara hukum.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki kesadaran dalam mengenali tanda-tanda konflik kepentingan sejak awal agar setiap pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas tetap berjalan secara profesional, transparan, adil, dan bebas dari konflik kepentingan.
Konflik kepentingan merupakan pintu masuk korupsi. Dalam pengambilan keputusan, ada tiga jenis konflik kepentingan yang bisa berbuah menjadi praktik korupsi. KPK menjelaskan bahwa konflik kepentingan terbagi menjadi tiga jenis.
Pertama, konflik kepentingan aktual. Ini adalah situasi ketika urusan pribadi bercampur dengan urusan profesional dalam pengambilan keputusan. Konflik ini membuat keputusan yang diambil tidak objektif dan merugikan banyak pihak. Misalnya, staf pengadaan di sebuah instansi ikut serta dalam proses lelang pengadaan yang diadakan. Berkat jabatannya, staf tersebut memenangkan lelang di perusahaan tempatnya bekerja.
Kedua, konflik kepentingan potensial. Ini berkaitan dengan keputusan yang diambil untuk masa yang akan datang. Konflik ini terjadi ketika kepentingan pribadi berpotensi mempengaruhi keputusan masa depan. Misalnya, suatu keputusan yang diambil untuk meningkatkan pendapatan dapat dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, seperti mempromosikan anak sendiri.
Ketiga, konflik kepentingan yang dipersepsikan. Ini berkaitan dengan saat orang lain menilai adanya campur tangan kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugas atau pengambilan keputusan, meskipun kenyataannya hal tersebut beluk terjadi. Misalnya, seorang penegak hukum menghadiri acara pernikahan kerabat yang sedang berperkara. Walaupun kedatangan penegak hukum itu merupakan acara pribadi, namun tetap dapat menimbulkan persepsi kedekatan keduanya akan mempengaruhi obyektivitas penanganan perkara hukum.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki kesadaran dalam mengenali tanda-tanda konflik kepentingan sejak awal agar setiap pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas tetap berjalan secara profesional, transparan, adil, dan bebas dari konflik kepentingan.