KPK Jelaskan 12 Perbuatan Melawan Hukum Ira Puspadewi di Kasus ASDP
Kemarin, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menjelaskan sejumlah alasan mengapa eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi dijerat dalam kasus dugaan korupsi proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP pada 2019-2022. Menurut Budi, ada 12 perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Ira dalam kasus itu.
Ira dinilai telah mengubah ketentuan dasar PT ASDP untuk pemenuhan syarat kerja sama usaha (KSU) dengan PT JN. Kemudian, ia juga mengubah Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dari rencana pembangunan kapal menjadi akuisisi perusahaan pelayaran. Selain itu, Ira tidak menyusun feasibility study yang memadai untuk akuisisi dan mengabaikan penilaian risiko meskipun aksi akuisisi berisiko tinggi.
Ia juga disebut mematok nilai akuisisi terlebih dengan melakukan pengondisian bersama pemilik/penerima manfaat PT JN dan meminta konsultan menyesuaikan hasil valuasi. Ira juga dituduh memberikan data yang tidak akurat kepada konsultan, termasuk status kapal yang sebenarnya tidak beroperasi.
Selain itu, Ira dinilai tidak mempertimbangkan utang PT JN, kondisi kapal, biaya perbaikan, dan utang pajak. Ia juga disebut tetap memaksakan akuisisi meskipun secara finansial PT ASDP tidak mampu, hingga harus berutang kepada bank. Kemudian, Ira mengabaikan saran BPKP terkait penilaian kapal yang terlalu tinggi.
Selanjutnya, Ira dituduh membeli kapal yang tidak layak jalan dan tidak sesuai standar Organisasi Maritim Internasional (IMO). Beberapa kapal juga tidak diasuransikan, dan izin yang belum lengkap. Ia juga dikatakan tidak mempertimbangkan kondisi bisnis penyeberangan yang sudah jenuh, karena lebih banyak supply daripada demand.
Terakhir, Ira dituduh mempengaruhi konsultan untuk memberikan keterangan yang mendukung skenario tertentu.
Kemarin, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menjelaskan sejumlah alasan mengapa eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi dijerat dalam kasus dugaan korupsi proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP pada 2019-2022. Menurut Budi, ada 12 perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Ira dalam kasus itu.
Ira dinilai telah mengubah ketentuan dasar PT ASDP untuk pemenuhan syarat kerja sama usaha (KSU) dengan PT JN. Kemudian, ia juga mengubah Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dari rencana pembangunan kapal menjadi akuisisi perusahaan pelayaran. Selain itu, Ira tidak menyusun feasibility study yang memadai untuk akuisisi dan mengabaikan penilaian risiko meskipun aksi akuisisi berisiko tinggi.
Ia juga disebut mematok nilai akuisisi terlebih dengan melakukan pengondisian bersama pemilik/penerima manfaat PT JN dan meminta konsultan menyesuaikan hasil valuasi. Ira juga dituduh memberikan data yang tidak akurat kepada konsultan, termasuk status kapal yang sebenarnya tidak beroperasi.
Selain itu, Ira dinilai tidak mempertimbangkan utang PT JN, kondisi kapal, biaya perbaikan, dan utang pajak. Ia juga disebut tetap memaksakan akuisisi meskipun secara finansial PT ASDP tidak mampu, hingga harus berutang kepada bank. Kemudian, Ira mengabaikan saran BPKP terkait penilaian kapal yang terlalu tinggi.
Selanjutnya, Ira dituduh membeli kapal yang tidak layak jalan dan tidak sesuai standar Organisasi Maritim Internasional (IMO). Beberapa kapal juga tidak diasuransikan, dan izin yang belum lengkap. Ia juga dikatakan tidak mempertimbangkan kondisi bisnis penyeberangan yang sudah jenuh, karena lebih banyak supply daripada demand.
Terakhir, Ira dituduh mempengaruhi konsultan untuk memberikan keterangan yang mendukung skenario tertentu.