"KPK Siap Mengawal Dana Pangan, Tetapi Apakah Bakal Cukup?"
Dalam upaya untuk mengantisipasi kecurangan dalam pengelolaan dana pangan, Kementerian Pendayagunaan Gizi Nasional (BGN) telah mempertimbangkan penggunaan teknologi virtual account (VA) untuk melacak semua transaksi. Meskipun demikian, pertanyaan masih berlanjut apakah ini cukup untuk mencegah kecurangan dalam pengelolaan dana pangan.
Menurut Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, dana Rp 10 miliar yang digunakan untuk setiap Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) rawan telah digunakan secara optimis. Namun, ada potensi kecurangan dalam penggunaan dana tersebut, terutama terkait dengan selisih harga bahan baku hingga laporan keuangan fiktif.
"Kami tidak ingin memberi kesempatan bagi pelanggar untuk mendapatkan Rp 20 juta tiap bulan tambahan hanya karena kualitas bahan pangan. Kita harus melindungi kualitas bahan pangan," kata Tigor. Ia juga menyebutkan bahwa kecurangan dapat dilakukan dari laporan keuangan fiktif, sehingga BGN telah mempertimbangkan penggunaan VA untuk melacak semua transaksi.
"VA seperti dapur yang hanya memiliki satu ATM, tetapi uangnya bisa diambil oleh dua orang. Kami menggunakan ini sebagai jangkar untuk mencegah korupsi," kata Tigor dengan optimisme.
Tentu saja pertanyaan masih berlanjut apakah penggunaan VA cukup untuk mencegah kecurangan dalam pengelolaan dana pangan. Apakah BGN telah melakukan cukup upaya untuk melindungi dana tersebut? Masing-masing orang memiliki opini tentang hal ini, tetapi satu hal yang jelas adalah bahwa kecurangan dalam pengelolaan dana pangan harus diantisipasi dan diatasi dengan serius.
Dalam upaya untuk mengantisipasi kecurangan dalam pengelolaan dana pangan, Kementerian Pendayagunaan Gizi Nasional (BGN) telah mempertimbangkan penggunaan teknologi virtual account (VA) untuk melacak semua transaksi. Meskipun demikian, pertanyaan masih berlanjut apakah ini cukup untuk mencegah kecurangan dalam pengelolaan dana pangan.
Menurut Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, dana Rp 10 miliar yang digunakan untuk setiap Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) rawan telah digunakan secara optimis. Namun, ada potensi kecurangan dalam penggunaan dana tersebut, terutama terkait dengan selisih harga bahan baku hingga laporan keuangan fiktif.
"Kami tidak ingin memberi kesempatan bagi pelanggar untuk mendapatkan Rp 20 juta tiap bulan tambahan hanya karena kualitas bahan pangan. Kita harus melindungi kualitas bahan pangan," kata Tigor. Ia juga menyebutkan bahwa kecurangan dapat dilakukan dari laporan keuangan fiktif, sehingga BGN telah mempertimbangkan penggunaan VA untuk melacak semua transaksi.
"VA seperti dapur yang hanya memiliki satu ATM, tetapi uangnya bisa diambil oleh dua orang. Kami menggunakan ini sebagai jangkar untuk mencegah korupsi," kata Tigor dengan optimisme.
Tentu saja pertanyaan masih berlanjut apakah penggunaan VA cukup untuk mencegah kecurangan dalam pengelolaan dana pangan. Apakah BGN telah melakukan cukup upaya untuk melindungi dana tersebut? Masing-masing orang memiliki opini tentang hal ini, tetapi satu hal yang jelas adalah bahwa kecurangan dalam pengelolaan dana pangan harus diantisipasi dan diatasi dengan serius.