Gelar pahlawan nasional Soeharto mengancam fakta sejarah. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan penetapan Soeharto sebagai pahlawan mencederai pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi di masa lalu.
Anis menyebutkan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama pemerintahan Soeharto 1966-1998, seperti 1965/66, penembakan misterius, Talangsari, Tangjung Priok, dan penerapan DOM Aceh. Lembaga Komnas HAM menyimpulkan bahwa peristiwa-peristiwa ini termasuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia berat.
Menurut Anis, penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional tidak hanya menyinggung cita-cita reformasi 1998 yang menuntut pemerintahan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Melainkan juga mencederai fakta sejarah dari pelanggaran hak asasi manusia berat.
Penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional dinilai oleh Anis sebagai melukai para korban hak asasi manusia yang masih menuntut hak-haknya hingga saat ini. Penetapan tersebut juga tidak memberikan impunitas atas kejahatan hak asasi manusia yang terjadi di masa pemerintahannya.
Anis mengingatkan bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat harus diproses, diusut, dan dituntaskan demi keadilan dan kebenaran. Contohnya adalah Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang dinyatakan sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat oleh Komnas HAM.
Anis juga menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menyatakan penyesalan dan mengakui 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat. Ia mengingatkan agar pemerintah harus lebih hati-hati dalam penetapan pahlawan nasional karena gelar kehormatan tersebut akan menjadi inspirasi dan teladan anak bangsa terhadap jejak perjuangan dan keadilan, termasuk soal kemanusiaan dalam upaya membangun bangsa melalui nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
Anis menyebutkan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama pemerintahan Soeharto 1966-1998, seperti 1965/66, penembakan misterius, Talangsari, Tangjung Priok, dan penerapan DOM Aceh. Lembaga Komnas HAM menyimpulkan bahwa peristiwa-peristiwa ini termasuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia berat.
Menurut Anis, penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional tidak hanya menyinggung cita-cita reformasi 1998 yang menuntut pemerintahan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Melainkan juga mencederai fakta sejarah dari pelanggaran hak asasi manusia berat.
Penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional dinilai oleh Anis sebagai melukai para korban hak asasi manusia yang masih menuntut hak-haknya hingga saat ini. Penetapan tersebut juga tidak memberikan impunitas atas kejahatan hak asasi manusia yang terjadi di masa pemerintahannya.
Anis mengingatkan bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat harus diproses, diusut, dan dituntaskan demi keadilan dan kebenaran. Contohnya adalah Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang dinyatakan sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat oleh Komnas HAM.
Anis juga menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menyatakan penyesalan dan mengakui 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat. Ia mengingatkan agar pemerintah harus lebih hati-hati dalam penetapan pahlawan nasional karena gelar kehormatan tersebut akan menjadi inspirasi dan teladan anak bangsa terhadap jejak perjuangan dan keadilan, termasuk soal kemanusiaan dalam upaya membangun bangsa melalui nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.