Banda Neira, Maluku, telah dipilih sebagai model integrasi antara konservasi laut, arkeologi, dan budaya maritim. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan Banda Neira sebagai prioritas dalam program Laut untuk Kesejahteraan (Lautra), yang mencakup 11 provinsi, 20 kawasan konservasi, dan 3 wilayah pengelolaan perikanan dengan total area mencapai 8,3 juta hektare.
Banda Neira dianggap sebagai pusat pengembangan ekonomi pesisir berkelanjutan yang memadukan alam dan budaya. KKP bekerja sama dengan mitra akademik untuk mengembangkan lima pilar utama, seperti diversifikasi ekowisata bertema sejarah dan bahari, pembentukan koperasi wisata maritim, pembangunan infrastruktur ekonomi lokal, pelatihan masyarakat menjadi storyteller dan pemandu wisata budaya bersertifikat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menyebutkan program Lautra menempatkan Banda Neira sebagai kawasan prioritas karena memiliki kekayaan ekosistem laut sekaligus nilai sejarah dan budaya yang tinggi. "Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya lestari, tetapi juga mensejahterakan," kata Koswara.
Rektor Universitas Banda Neira Muhammad Farid menyebut Banda Neira sebagai "laboratorium hidup" pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Sementara itu, Kastana Sapanli dari IPB University menekankan potensi Banda Neira sebagai bagian dari coral triangle dan spice islands, yang ideal untuk pengembangan eco-diving, heritage spice tourism, dan agrowisata pala.
Program Lautra memiliki tujuan untuk membangun ekonomi tumbuh tanpa merusak laut. Direktur Jasa Bahari Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP, Enggar Sadtopo menyampaikan bahwa pendanaan program dilakukan melalui tiga skema hibah, mulai dari micro grant senilai Rp150 juta hingga matching grant sebesar Rp1,25 miliar.
Banda Neira dianggap sebagai pusat pengembangan ekonomi pesisir berkelanjutan yang memadukan alam dan budaya. KKP bekerja sama dengan mitra akademik untuk mengembangkan lima pilar utama, seperti diversifikasi ekowisata bertema sejarah dan bahari, pembentukan koperasi wisata maritim, pembangunan infrastruktur ekonomi lokal, pelatihan masyarakat menjadi storyteller dan pemandu wisata budaya bersertifikat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menyebutkan program Lautra menempatkan Banda Neira sebagai kawasan prioritas karena memiliki kekayaan ekosistem laut sekaligus nilai sejarah dan budaya yang tinggi. "Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya lestari, tetapi juga mensejahterakan," kata Koswara.
Rektor Universitas Banda Neira Muhammad Farid menyebut Banda Neira sebagai "laboratorium hidup" pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Sementara itu, Kastana Sapanli dari IPB University menekankan potensi Banda Neira sebagai bagian dari coral triangle dan spice islands, yang ideal untuk pengembangan eco-diving, heritage spice tourism, dan agrowisata pala.
Program Lautra memiliki tujuan untuk membangun ekonomi tumbuh tanpa merusak laut. Direktur Jasa Bahari Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP, Enggar Sadtopo menyampaikan bahwa pendanaan program dilakukan melalui tiga skema hibah, mulai dari micro grant senilai Rp150 juta hingga matching grant sebesar Rp1,25 miliar.