Banjir Bandang Malalak Timur, Fendi Menjadi 'Ibukota' Penyelamat Warga, Tak Mempikirkan Diri Sendiri
Aku melihat langsung dari bukit itu air berwarna putih dan kayu-kayu mulai meluncur deras. Aku tidak pernah menyangka kampung halamanku yang selama ini damai dan tenang, luluh lantak dalam sekejap dihantam banjir bandang.
Saya Fendi, warga Jorong Toboh, Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Saya tak pernah menyangka kampung halamanku akan mengalami banjir bandang. Tapi saat itu, saya melihat langsung dari bukit itu air berwarna putih dan kayu-kayu mulai meluncur deras.
Saya mendengar bunyi letupan-letupan keras dari arah perbukitan. Saya mengerti bahwa hal ini terkait dengan banjir bandang yang sedang tiba-tiba terjadi. Saya berusaha meneriaki warga agar segera menyelamatkan diri.
Saya berlari ke tempat yang lebih tinggi dan melihat perkampungan yang awalnya penuh dengan ketenangan, hamparan sawah hijau, petani yang menjemur kayu kulit manis di pinggir jalan serta tawa kecil anak-anak. Tapi seketika berubah menjadi lautan lumpur dan tumpukan kayu.
Saya mendengar suara-suara teriakan warga begitu jelas. Batin saya rusak, hati saya hancur. Tapi tidak dengan keberaniannya. Saya membantu penyelamatan warga satu persatu. Bahkan, tanpa sadar, lelaki yang usianya sudah kepala lima itu bisa menggendong dua ibu-ibu sekaligus pada saat banjir masih menerjang.
Saya merasa sangat beruntung karena saya dapat membantu menyelamatkan warga-wargaku. Saya hanya ingin melaporkan kejadian ini agar orang-orang lain tidak pernah mengalami hal yang sama denganku.
Aku melihat langsung dari bukit itu air berwarna putih dan kayu-kayu mulai meluncur deras. Aku tidak pernah menyangka kampung halamanku yang selama ini damai dan tenang, luluh lantak dalam sekejap dihantam banjir bandang.
Saya Fendi, warga Jorong Toboh, Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Saya tak pernah menyangka kampung halamanku akan mengalami banjir bandang. Tapi saat itu, saya melihat langsung dari bukit itu air berwarna putih dan kayu-kayu mulai meluncur deras.
Saya mendengar bunyi letupan-letupan keras dari arah perbukitan. Saya mengerti bahwa hal ini terkait dengan banjir bandang yang sedang tiba-tiba terjadi. Saya berusaha meneriaki warga agar segera menyelamatkan diri.
Saya berlari ke tempat yang lebih tinggi dan melihat perkampungan yang awalnya penuh dengan ketenangan, hamparan sawah hijau, petani yang menjemur kayu kulit manis di pinggir jalan serta tawa kecil anak-anak. Tapi seketika berubah menjadi lautan lumpur dan tumpukan kayu.
Saya mendengar suara-suara teriakan warga begitu jelas. Batin saya rusak, hati saya hancur. Tapi tidak dengan keberaniannya. Saya membantu penyelamatan warga satu persatu. Bahkan, tanpa sadar, lelaki yang usianya sudah kepala lima itu bisa menggendong dua ibu-ibu sekaligus pada saat banjir masih menerjang.
Saya merasa sangat beruntung karena saya dapat membantu menyelamatkan warga-wargaku. Saya hanya ingin melaporkan kejadian ini agar orang-orang lain tidak pernah mengalami hal yang sama denganku.