Ketua KY Soroti Rendahnya Kepercayaan Publik pada Integritas Pengadilan

Kepercayaan publik pada integritas pengadilan saat ini rendah, kata Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai. Menurutnya, tanpa kepercayaan publik, negara hukum tidak bisa berdiri kuat. "Kalau kita bicara alat perlengkapan negara, salah satu yang paling penting adalah kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga negara," ujar Amzulian.

Amzulian membandingkan kondisi pengadilan Indonesia dengan negara-negara maju seperti Australia. Ia menyebut bahwa pengelolaan perkara menjadi indikator kuat apakah publik percaya pada sistem peradilan. Di Indonesia, walaupun jumlahnya makin menurun, tunggakan perkara masih cukup tinggi.

Budaya hukum yang cenderung mendorong banding hingga Peninjauan Kembali (PK) pada kasus-kasus kecil juga menghambat efisiensi peradilan. Rendahnya kepercayaan publik kepada dunia peradilan kita, kata Amzulian.

Mahkamah Agung kala itu hanya berada di posisi kelima dalam tingkat kepercayaan publik pada 2005. Idealnya, trust publik kepada peradilan ada di posisi nomor satu. Tetapi faktanya tidak demikian.

Amzulian mengakui bahwa setelah 20 tahun berdiri, Komisi Yudisial masih belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi publik. Ia menegaskan bahwa ketidakpuasan tidak hanya tertuju pada KY, sebab saat ini berbagai lembaga di Indonesia sedang mengalami masa transisi kepemimpinan nasional dan daerah.

Selain itu, Amzulian juga menyoroti tugas utama KY dalam menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik hakim. Ia mengakui banyak laporan yang tidak bisa diproses karena lemahnya bukti, atau keluhan yang tidak terkait etik.

Amzulian juga menegaskan bahwa seleksi calon hakim agung adalah salah satu tugas paling krusial KY. Proses itu dilakukan dengan sangat ketat serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia jamin seleksi calon hakim agung itu bebas dari KKN.

Ketua KY juga menyinggung proses fit and proper test di DPR yang menentukan kelolosan akhir calon hakim agung.
 
Kalau nggak ada kepercayaan publik, kita nggak bisa percaya bahwa negara hukum kita itu solid banget ๐Ÿค”. Amzulian bilang kalau tanpa kepercayaan publik, sistem peradilan kita itu akan capaik seperti keramik ๐Ÿฐ. Tapi ternyata kita masih banyak kasus tunggu di pengadilan, itu gak enak banget ๐Ÿ™…โ€โ™‚๏ธ.

Kalau Australia kayaknya memiliki proses yang lebih baik dalam pengelolaan perkara, aku rasa kita bisa belajar dari mereka ๐Ÿ˜Š. Dan kalau kita fokus pada budaya hukum yang baik, misalnya mengurangi banding dan PK, mungkin kita bisa meningkatkan efisiensi peradilan ๐Ÿ•’.

Tapi apa yang bikin aku sedih adalah bahwa masih banyak laporan yang tidak bisa diproses karena lemahnya bukti atau keluhan yang tidak terkait etik ๐Ÿคทโ€โ™‚๏ธ. Dan seleksi calon hakim agung itu tetap harus kuat dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme ๐Ÿ’ช.

Aku rasa Amzulian benar-benar benar dalam hal ini ๐Ÿ˜Š. Kita perlu fokus pada meningkatkan kepercayaan publik dan membuat sistem peradilan yang lebih baik ๐Ÿ’•.
 
aku nggak percaya lagi apa yang dia katakan pas punya anaknya di luar negeri ya, kan kalo tidak percaya publik terhadap pengadilan negara itu gila sih, tapi sepertinya ini masalah kompleks banget, aku pikir jalan solusinya adalah membuat komisi yudisial lebih kuat dan transparan, sehingga publik bisa melihat apa yang dia lakukan. sayangnya kalau kita tidak percaya terhadap lembaga negara itu sendiri, maka gak ada harapan juga
 
Makasih bro, pas banget apa yang dikatakan Amzulian, kepercayaan publik pada pengadilan Indonesia terus turun, tapi tidak ada yang ingin ngobrol tentang hal ini deh ๐Ÿ˜’. Sepertinya masih banyak keterbatasan dalam sistem peradilan kita, seperti budaya hukum yang cenderung memprioritaskan banding PK di atas efisiensi peradilan. Yang paling penting, jika kita tidak percaya pada peradilan, maka negara hukum itu sendiri akan tidak bisa berdiri kuat ๐Ÿคฏ. Mahkamah Agung Indonesia masih jauh dari posisi nomor satu dalam kepercayaan publik, ini bukan mainan bro! ๐Ÿ‘Ž
 
Tapi apa yang kita pelajari dari situasi ini, gampangnya adalah tidak ada kepercayaan publik yang seharusnya ada, kayak kunci rahasia pemerintahan hukum yang baik ๐Ÿค”. Jadi kita harus bertanya, siapa sajakah yang merancang sistem hukum kita? Dari sudut pandang ini, kepercayaan publik bukan hanya tentang apakah hakim benar atau salah, tapi lebih kepada bagaimana sistem itu sendiri berfungsi. Kita harus jujur dengan diri kita sendiri, kita ingin keadilan dan kejujuran dalam hukum, apa yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia sekarang? ๐Ÿคท
 
Aku pikir kepercayaan publik terhadap pengadilan Indonesia jadi benda yang langka, kan? Seperti kalau masih banyak orang yang ragu apakah ada hukuman bagi para pecangkalan di kalangan politisi! ๐Ÿ˜’ Seharusnya kita fokus pada memperbaiki peradilan kita agar bisa berfungsi dengan baik. Bisa jadi, kami semua tidak percaya bahwa pengadilan Indonesia sebenarnya sudah baik-baik aja, tapi malah banyak yang ngirimi kasus-kasus kecil yang nggak seharusnya di bandingin. ๐Ÿคฆโ€โ™‚๏ธ
 
Gue pikir kayaknya pengadilan kita seperti nasi goreng, masih bisa dimakan tapi terus jadi kekeringan di dalam ๐Ÿ˜‚. Amzulian benar kalau tanpa kepercayaan publik, negara hukum ini tidak bisa bertahan. Kita gini kayaknya mau mengambil resiko, tapi siapa tahu nanti kita juga harus makan buahnya ๐Ÿคฃ. Tunggakan perkara yang menurun itu seperti kue yang masih belum matang di dalam oven, gak bisa dipastikan kan? ๐Ÿž๏ธ.
 
Pengadilan Indonesia masih jauh dari kepercayaan publik yang memadai, padahal itu bukti bahwa sistem hukum kita masih belum matang ๐Ÿค”. Kalau kita bandingkan dengan Australia, mereka sudah memiliki sistem peradilan yang lebih efisien dan transparan, jadi kenapa kami tidak bisa berlari secepat mereka? ๐Ÿƒโ€โ™‚๏ธ

Itu karena dalam sistem peradilan kita masih ada banyak faktor yang memperlambat prosesnya, seperti budaya hukum yang cenderung mendorong banding dan peninjauan kembali (PK) pada kasus-kasus kecil. Itulah salah satu penyebab why kami tidak bisa meningkatkan efisiensi peradilan kita ๐Ÿšง.

Dan apalagi, proses seleksi calon hakim agung yang dilakukan oleh Komisi Yudisial Amzulian Rifai masih belum sepenuhnya memuaskan masyarakat. Proses itu harus lebih transparan dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme ๐Ÿšซ.

Jadi, apa solusinya? Kita harus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan kita. Dan kita juga harus meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses pengadilan kita ๐Ÿ“ˆ. Jika kita bisa melakukannya, maka kami bisa memiliki sistem hukum yang lebih baik dan lebih cepat ๐Ÿ•’.
 
aku pikir ini masalah yang sangat serius, kalau tidak ada kepercayaan publik terhadap pengadilan Indonesia itu seperti main-main aja ya? apa jadi kita nggak punya sistem peradilan yang benar-benar adil dan transparan? perlu dicoba lagi cara kerjanya komisi yudisial, bisa juga ada reformasi di bidang seleksi calon hakim agung. selain itu, perlu dipertimbangkan hal-hal lain seperti kebutuhan masyarakat yang lebih besar terhadap layanan pengadilan yang efektif ๐Ÿค”
 
Pengadilan gak bisa berdiri tanpa kepercayaan publik, kan? Seperti Australia, mereka punya sistem yang lebih baik. Tunggakan perkara masih banyak di Indonesia, itu gak baik. Budaya hukum kita juga cenderung membuat banding hingga PK, itu bikin prosesnya ketergolongan. Kepercayaan publik kelembaga peradilan kita harus meningkat, ya.
 
Wow ๐Ÿ˜ฎ, paham banget sih. Kita lihat kepercayaan publik terhadap pengadilan Indonesia masih jauh dari idealnya. Kalau kita ingin negara hukum yang baik, kita harus memiliki kepercayaan publik yang kuat dulu. Lalu, perlu diwaspadai budaya hukum yang cenderung memperpanjang waktu perkara dan tidak bisa diproses dengan cepat. Interesting ๐Ÿ’ก
 
๐Ÿค”๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ†– pernyataan Ketua Komisi Yudisial itu memang sangat benar ๐Ÿ™. kepercayaan publik pada integritas pengadilan saat ini super rendah ๐Ÿ˜ฉ. aku pikir kalau kita ingin negara hukum yang kuat, kita harus pertama-tama membangun kepercayaan publik ๐Ÿ˜Š.

sebagai orang netizen, aku sangat khawatir dengan kondisi pengadilan Indonesia ๐Ÿคฆโ€โ™‚๏ธ. dari tunggakan perkara yang masih sangat tinggi, sampai budaya hukum yang cenderung mendorong banding hingga PK, itu semua membuat proses peradilan menjadi sangat lambat dan tidak efisien โฑ๏ธ.

aku juga setuju dengan Amzulian bahwa seleksi calon hakim agung harus dilakukan dengan sangat ketat dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme ๐Ÿšซ. kalau kita ingin memiliki hakim yang benar-benar profesional dan independen, maka kita harus memastikan bahwa proses seleksi itu juga serius dan transparan ๐Ÿ’ฏ.

tapi aku rasa ada satu hal lagi yang perlu diatasi, yaitu budaya hukum yang kita terima sekarang ๐Ÿค”. kita harus berusaha untuk mengubah budaya ini agar lebih fokus pada solusi daripada menemukan masalah ๐Ÿ˜Š. kalau kita bisa melakukannya, maka aku yakin bahwa kepercayaan publik pada integritas pengadilan akan meningkat ๐Ÿš€. ๐Ÿ‘
 
Gue pikir kalau kepercayaan publik pada integritas pengadilan gede banget! Kalau tidak ada, negara hukumnya tidak bisa bertahan. Di Australia, mereka punya sistem peradilan yang bagus, dan semua orang percaya pada sistem itu. Tapi di Indonesia, masih banyak kasus yang ditunda, nggak ada efisiensi sama sekali!

Budaya hukum kita yang cenderung membuat banding dan PK berlebihan. Gue pikir jika kita bisa mengurangi itu, sistem peradilan kita bisa lebih cepat dan efektif. Dan kalau kita tidak bisa memperbaiki itu, gue rasa kepercayaan publik pada pengadilan kita akan terus turun.
 
Pengadilan kita sekarang terliuk banget ๐Ÿคฆโ€โ™‚๏ธ, kepercayaan publiknya sangat rendah ๐Ÿ˜•. Tanpa kepercayaan publik, negara hukum ini tidak bisa bertahan lama ๐Ÿ’”. Jangan sabar-sabar, kita harus meningkatkan efisiensi peradilan kita ๐Ÿ•’. Budaya hukum yang cenderung memperpanjang waktu PK itu serasa sangat menghambat ๐Ÿšซ. Kita harus lebih cepat dan jujur dalam menyelesaikan kasus-kasus kecil ๐Ÿ’ช.
 
ini kalau kita ngerasa tidak percaya pada sistem hukum, gak bisa jadi negara kita kuat like Australia aja kayaknya ๐Ÿคฆโ€โ™‚๏ธ. aku lama dengar kalau pengelolaan perkara di australia lebih efisien, walaupun ada kekurangan tapi terang-terangan juga. apa yang bikin hukum kita buruk? pertanyaannya punya jawaban gak? ๐Ÿ˜•
 
kembali
Top