Kemenimipas Perkuat Budaya Sadar Risiko Lewat Pengawasan Tiga Lini

Kemenimipas Tegaskan Menerapkan Budaya Sadar Risiko Lewat Pengawasan Berbasis Model Tiga Lini

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) terus memperkuat tata kelola internalnya dengan menerapkan model pengawasan berbasis manajemen risiko. Langkah ini diharapkan dapat menumbuhkan budaya sadar risiko di setiap unit kerja dan memperkuat integritas birokrasi.

Sekretaris Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenimipas, Ika Yusanti, menyatakan bahwa penerapan model ini telah dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Nomor M.IP-27.OT.01.01 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di lingkungan Kemenimipas.

Menurutnya, tujuan utama dari model ini adalah menegaskan pembagian peran yang jelas dalam pengawasan. Lini pertama berperan sebagai pelaksana kegiatan dan pemilik risiko, lini kedua melalui Unit Pengendalian Intern (UPI) melakukan pemantauan dan mitigasi, dan lini ketiga melalui Itjen memberikan ultimate assurance melalui audit dan evaluasi.

Ika menegaskan bahwa setiap lini memiliki tanggung jawab moral dan struktural untuk memastikan pengawasan berjalan efektif dan berintegritas. "Budaya sadar risiko bukan sekadar konsep administratif, melainkan sikap mental yang harus dimulai dari pimpinan," katanya.

Ia juga menyoroti peningkatan kasus pelanggaran disiplin di lingkungan Kemenimipas dan mengatakan bahwa hal tersebut menjadi peringatan bagi seluruh pegawai. Ia mengajak semua pegawai untuk menjauhi pungli, gratifikasi, dan penyalahgunaan wewenang.

Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat membantu memperkuat tata kelola pengawasan intern di Kemenimipas, serta membangun budaya sadar risiko sebagai fondasi pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
 
Aku pikir model 3 lini itu kayak ngelurus banget sekali! 🤩 Bagaimana kalau nanti kita bisa terapkan model ini di sekolah? Kalau di sekolah kita bisa memiliki model 1 lini yang bertanggung jawab, model 2 lini yang melakukan monitoring dan mitigasi, dan model 3 lini yang melalui kepala sekolah melakukan evaluation dan audit. 📚💡 Aku rasa itu akan membantu kita meningkatkan kesadaran tentang resiko dan tanggung jawab di sekolah.
 
ini nyesel deh, kalau gini terus terjadi di kemenimipas, bagaimana caranya untuk mencegah pungli? tapi aku percaya bahwa model ini benar-benar bisa mengurangi kasus pelanggaran disiplin... tapi aku penasaran apa yang menjadi penyebab kasus pelanggaran tersebut? apakah karena kurangnya kesadaran atau karena faktor lain? dan bagaimana caranya untuk mencegah gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang?
 
Haha, apalagi lagi kebijakan pemerintah yang bikin kita jujur berani mengakui bahwa mereka memang lulus tes kecerdasan rata-rata 😂! Nah, model pengawasan berbasis manajemen risiko itu kayaknya agak asyik banget. Pertama-tama ada pelaksana, kemudian pemilik risiko, lalu UPI yang ngeremain, dan akhirnya Itjen yang audit-nya makin gampang 😅. Nah, tidak jadi bingung lagi siapa yang harus bertanggung jawab!
 
Budaya sadar risiko pasti mulai dari kepemimpinan ya? Kalau pimpinan sudah sadar akan risikonya sendiri, maka pegawai-pegawai bawahnya juga akan ikut sadar. Tapi sering kali kita melihat, kepemimpinan itu cuma fokus pada kinerja saja, tidak ada yang perhatikan tentang risiko dan konsekuensinya. Kita harus lebih bijak dalam mengelola tugas dan tanggung jawab kita, jangan cuma fokus pada hasilnya aja, tapi juga bagaimana cara kita mencapainya.
🤔💡
 
aku pikir kalau govt jangan lupa ngajak semua pegawai untuk berpartisipasi dalam budaya sadar risiko nih 😊. kalau bisa, diharapkan semua departemen dapat memiliki kebijakan yang sama, sehingga kerja sama dan kolaborasi menjadi lebih efektif, ya! 👍
 
Bisa ngomongin, apa sih salahnya kalau kita semua fokus pada hal positif ya? Kita harus berusaha agar pengawasan ini tidak jadi cara untuk mempolusi lingkungan kerja dengan pungli dan korupsi. Jangan lupa, keberhasilan budaya sadar risiko juga tergantung pada kita semua yang bekerja di dalamnya... 💡
 
Gampangnya gini, Kemenimipas ingin meningkatkan keamanan dan integritas kerja nya dengan cara ini, tapi apa salahnya? Jika mereka bisa melakukannya dengan baik, maka itu akan menjadi contoh bagi kerajaan yang lain. Tapi, apakah mereka sudah mempertimbangkan dampak dari model pengawasan ini pada pegawai-pegawai di bawah tangan mereka? Apakah mereka akan merasa lebih bebas untuk berbagi pendapat dan tidak takut ditangkap karena melakukan kesalahan? Jika tidak, maka itu hanya peniruan dari sistem yang sudah ada di negara lain.
 
kembali
Top