Kapolri Prabowo Revisi Paradigma Penanganan Demo, dari Mengaman ke Melayani Rakyat
Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri RI, mengungkapkan rencana untuk mengubah paradigma penanganan unjuk rasa atau demonstrasi dari pengamanan atau penjagaan menjadi pelayanan. Ia ingin Polri selalu adaptif dengan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan komunikasi antara kelompok massa dengan pemerintah.
"Jadi, kita harus selalu adaptif dengan apa yang menjadi harapan masyarakat. Makanya tagline kita juga harus diubah dari 'menjaga' menjadi 'melayani'," kata Sigit dalam sebuah wawancara.
Untuk mencapai tujuan ini, Polri akan mencoba membuka jalur komunikasi agar terjadi dialog antara kelompok massa dengan sasaran. Ia contohnya dengan menghubungkan dengan institusi berkait yang akan digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat, sehingga terjadi dialog yang efektif.
Selain itu, Polri juga akan membedakan massa unjuk rasa dengan kelompok massa yang berpotensi membuat kerusuhan. Dengan demikian, ketika terjadi kerusuhan bisa terukur dan cepat ditangani.
Kapolri juga mengundang Kepolisian Hong Kong sebagai pembicara dalam apel jajaran kepala satuan wilayah (Kasatwil) 2025 untuk mencari referensi model penanganan unjuk rasa atau demonstrasi di Tanah Air.
"Kita ingin mencari model-model untuk penanganan aksi, khususnya terkait dengan kebebasan mengeluarkan pendapat," ujar Sigit.
Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri RI, mengungkapkan rencana untuk mengubah paradigma penanganan unjuk rasa atau demonstrasi dari pengamanan atau penjagaan menjadi pelayanan. Ia ingin Polri selalu adaptif dengan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan komunikasi antara kelompok massa dengan pemerintah.
"Jadi, kita harus selalu adaptif dengan apa yang menjadi harapan masyarakat. Makanya tagline kita juga harus diubah dari 'menjaga' menjadi 'melayani'," kata Sigit dalam sebuah wawancara.
Untuk mencapai tujuan ini, Polri akan mencoba membuka jalur komunikasi agar terjadi dialog antara kelompok massa dengan sasaran. Ia contohnya dengan menghubungkan dengan institusi berkait yang akan digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat, sehingga terjadi dialog yang efektif.
Selain itu, Polri juga akan membedakan massa unjuk rasa dengan kelompok massa yang berpotensi membuat kerusuhan. Dengan demikian, ketika terjadi kerusuhan bisa terukur dan cepat ditangani.
Kapolri juga mengundang Kepolisian Hong Kong sebagai pembicara dalam apel jajaran kepala satuan wilayah (Kasatwil) 2025 untuk mencari referensi model penanganan unjuk rasa atau demonstrasi di Tanah Air.
"Kita ingin mencari model-model untuk penanganan aksi, khususnya terkait dengan kebebasan mengeluarkan pendapat," ujar Sigit.