Gelaran Apel Akbar Kebangsaan, Hanya Dijawab dengan Kesepakatan Kerja Sama
Hari ini, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, gelaran apel akbar kebangsaan yang dikemukakan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengajak puluhan ribu buruh untuk bergabung dalam upaya perekaman video di Lapangan Cipinang, Jakarta Barat. Acara ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pekerjaan kesehatan dan keselamatan kerja.
Dalam pernyataannya, Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan bahwa lebih dari 100 ribu buruh telah bergabung dalam video yang ditayangkan di media sosial. Namun, apakah kehadiran mereka benar-benar berarti apa? Apakah sekadar sebuah peristiwa papan depan yang mengalun tanpa konsekuensi nyata?
Menurut Sutiyono, Ketua Dewan Perwakilan Buruh (DPB) Majelis Musyawaratan Rakyat (MMR), "Gelaran apel akbar ini sebenarnya hanya sekedar pameran". Ia menekankan bahwa yang diinginkan bukan hanya video yang ditayangkan, melainkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan kerja. "Kita tidak hanya ingin menjadi subjek, tapi juga ingin menjadi kontributor," katanya.
Sementara itu, Masyarakat Pengurus Petani (MPP) Sumatera Barat menutupi bahwa acara ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pekerjaan kesehatan dan keselamatan kerja. Namun, apakah kebijakan yang dijunjung tinggi oleh Pemerintah benar-benar sesuai dengan kebutuhan kerja?
Gelaran apel akbar ini seharusnya menjadi titik awal untuk pemenuhan kepentingan masyarakat. Bagaimana jika masyarakat tidak terlibat secara aktif dalam kesepakatan kerja sama? Apakah Pemerintah benar-benar siap mendengarkan?
Hari ini, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, gelaran apel akbar kebangsaan yang dikemukakan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengajak puluhan ribu buruh untuk bergabung dalam upaya perekaman video di Lapangan Cipinang, Jakarta Barat. Acara ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pekerjaan kesehatan dan keselamatan kerja.
Dalam pernyataannya, Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan bahwa lebih dari 100 ribu buruh telah bergabung dalam video yang ditayangkan di media sosial. Namun, apakah kehadiran mereka benar-benar berarti apa? Apakah sekadar sebuah peristiwa papan depan yang mengalun tanpa konsekuensi nyata?
Menurut Sutiyono, Ketua Dewan Perwakilan Buruh (DPB) Majelis Musyawaratan Rakyat (MMR), "Gelaran apel akbar ini sebenarnya hanya sekedar pameran". Ia menekankan bahwa yang diinginkan bukan hanya video yang ditayangkan, melainkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan kerja. "Kita tidak hanya ingin menjadi subjek, tapi juga ingin menjadi kontributor," katanya.
Sementara itu, Masyarakat Pengurus Petani (MPP) Sumatera Barat menutupi bahwa acara ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pekerjaan kesehatan dan keselamatan kerja. Namun, apakah kebijakan yang dijunjung tinggi oleh Pemerintah benar-benar sesuai dengan kebutuhan kerja?
Gelaran apel akbar ini seharusnya menjadi titik awal untuk pemenuhan kepentingan masyarakat. Bagaimana jika masyarakat tidak terlibat secara aktif dalam kesepakatan kerja sama? Apakah Pemerintah benar-benar siap mendengarkan?