Kapolisi Jatim Janji Transparan dalam Mengusut Tragedi Ponpes Al Khoziny, Tak Ada 'Embel-Embel' Status Sosial
Dalam beberapa hari terakhir, perdebatan tentang penyebab tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, yang menewaskan lebih dari 60 santri, terus berlanjut. Kapolisi Jatim, Irjen Nanang Avianto, menekankan bahwa kepolisian akan objektif dan transparan dalam mengusut penyebab tragedi ini.
Menurut Nanang, semua pihak yang terlibat dalam tragedi harus melepaskan status sosial mereka dan menanggung tanggung jawabnya. "Setiap orang itu sama haknya kedudukannya di dalam hukum. Jadi, apapun [status sosial] yang akan melekat itu nanti kita lepaskan dulu," katanya.
Nanang juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga setiap pelanggaran pasti ada konsekuensi dan pertanggungjawabannya. "Jadi, supaya kita tahu bagaimana progres ini berlangsung dan kemudian mengenai pertanggungjawaban kepada hukum karena kita ingat kita ini kan negara hukum," ujarnya.
Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penanganan tragedi ini, seperti adanya bangunan yang diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) yang sekarang berganti menjadi Perizinan Bangunan Gedung (PBG). Nanang menyatakan bahwa hal ini membuatnya merasa marah dan prihatin.
"Karena saya yakin saya juga membaca dari running text di situ. Dari sekian puluh ribu [pesantren] ternyata masih ada hanya 50 yang ber-IMB, tentunya membuat kami prihatin," katanya.
Penanganan tragedi ini juga akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengawasan dalam proses pembangunan gedung. "Jadi, inilah ini juga mungkin juga pembelajaran bahwa di dalam membuat apapun harus ada perencanaan yang baik. Perencanaan yang matang. Begitu juga dengan pengawasan," ujarnya.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Biddokkes Polda Jatim telah mengidentifikasi 40 jenazah korban tragedi Ponpes Al Khoziny, sedangkan Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabiddokkes) Polda Jatim, Kombes M Khusnan, menyatakan bahwa terdapat satu body part yang cocok dengan satu jenazah.
Dalam beberapa hari terakhir, perdebatan tentang penyebab tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, yang menewaskan lebih dari 60 santri, terus berlanjut. Kapolisi Jatim, Irjen Nanang Avianto, menekankan bahwa kepolisian akan objektif dan transparan dalam mengusut penyebab tragedi ini.
Menurut Nanang, semua pihak yang terlibat dalam tragedi harus melepaskan status sosial mereka dan menanggung tanggung jawabnya. "Setiap orang itu sama haknya kedudukannya di dalam hukum. Jadi, apapun [status sosial] yang akan melekat itu nanti kita lepaskan dulu," katanya.
Nanang juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga setiap pelanggaran pasti ada konsekuensi dan pertanggungjawabannya. "Jadi, supaya kita tahu bagaimana progres ini berlangsung dan kemudian mengenai pertanggungjawaban kepada hukum karena kita ingat kita ini kan negara hukum," ujarnya.
Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penanganan tragedi ini, seperti adanya bangunan yang diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) yang sekarang berganti menjadi Perizinan Bangunan Gedung (PBG). Nanang menyatakan bahwa hal ini membuatnya merasa marah dan prihatin.
"Karena saya yakin saya juga membaca dari running text di situ. Dari sekian puluh ribu [pesantren] ternyata masih ada hanya 50 yang ber-IMB, tentunya membuat kami prihatin," katanya.
Penanganan tragedi ini juga akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengawasan dalam proses pembangunan gedung. "Jadi, inilah ini juga mungkin juga pembelajaran bahwa di dalam membuat apapun harus ada perencanaan yang baik. Perencanaan yang matang. Begitu juga dengan pengawasan," ujarnya.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Biddokkes Polda Jatim telah mengidentifikasi 40 jenazah korban tragedi Ponpes Al Khoziny, sedangkan Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabiddokkes) Polda Jatim, Kombes M Khusnan, menyatakan bahwa terdapat satu body part yang cocok dengan satu jenazah.