Jakarta: Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menegaskan bahwa tarif MRT dan LRT tidak akan naik meski ada pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Analisis subsidi tarif MRT dan LRT masih masuk dalam perhitungan, kata dia.
Syafrin menjelaskan bahwa untuk perhitungan willingness to pay dan analisis ability to pay pengguna, tarif MRT dan LRT saat ini sudah sesuai batas tarif yang berlaku. Sehingga, tidak ada kenaikan tarif MRT dan LRT.
Namun, syafrin juga mengakui bahwa tarif Transjakarta butuh penyesuaian. Dia menjelaskan bahwa tarif Rp 3.500 diterapkan sejak 2005 saat bus belum berganti nama Transjakarta, tetapi sudah terjadi kenaikan sebesar 2,87 kali lipat.
"Jadi, jika kita melihat angka inflasi, rata-rata inflasi kita itu 20 tahun terakhir itu 5,4. Jika kita hitung 20 tahun 5,4 artinya sudah ada kenaikan inflasi 186,7% inflasi. Atau jika kita samakan dengan harga barang, artinya harga-harga barang sudah ada kenaikan 2,87 kali lipat," kata syafrin.
Syafrin juga menyinggung angka inflasi yang terus mengalami kenaikan dan mengatakan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan. Namun, sampai saat ini kenaikan tarif masih belum dilakukan.
"Dan oleh sebab itu, tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan. Kenapa, karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan. Karena layanan itu harus ada yang namanya cost recovery minimum untuk kemudian selebihnya bisa ditutup dengan subsidi," kata syafrin.
Penurunan APBD DKI Jakarta 2026 dari Rp 15 triliun menjadi Rp 79 triliun, menurut Syafrin, adalah tantangan bagi Pemprov. Sehingga, Pemprov perlu melakukan realokasi dan efisiensi untuk menghadapi tantangan ini.
Syafrin menjelaskan bahwa untuk perhitungan willingness to pay dan analisis ability to pay pengguna, tarif MRT dan LRT saat ini sudah sesuai batas tarif yang berlaku. Sehingga, tidak ada kenaikan tarif MRT dan LRT.
Namun, syafrin juga mengakui bahwa tarif Transjakarta butuh penyesuaian. Dia menjelaskan bahwa tarif Rp 3.500 diterapkan sejak 2005 saat bus belum berganti nama Transjakarta, tetapi sudah terjadi kenaikan sebesar 2,87 kali lipat.
"Jadi, jika kita melihat angka inflasi, rata-rata inflasi kita itu 20 tahun terakhir itu 5,4. Jika kita hitung 20 tahun 5,4 artinya sudah ada kenaikan inflasi 186,7% inflasi. Atau jika kita samakan dengan harga barang, artinya harga-harga barang sudah ada kenaikan 2,87 kali lipat," kata syafrin.
Syafrin juga menyinggung angka inflasi yang terus mengalami kenaikan dan mengatakan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan. Namun, sampai saat ini kenaikan tarif masih belum dilakukan.
"Dan oleh sebab itu, tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan. Kenapa, karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan. Karena layanan itu harus ada yang namanya cost recovery minimum untuk kemudian selebihnya bisa ditutup dengan subsidi," kata syafrin.
Penurunan APBD DKI Jakarta 2026 dari Rp 15 triliun menjadi Rp 79 triliun, menurut Syafrin, adalah tantangan bagi Pemprov. Sehingga, Pemprov perlu melakukan realokasi dan efisiensi untuk menghadapi tantangan ini.