Pemerintah DKI Jakarta telah menjamin bahwa tarif MRT dan LRT Jakarta tidak akan naik, meskipun ada potongan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat sebesar Rp 15 triliun. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, perhitungan subsidi tarif MRT dan LRT masih masuk dalam batas tarif yang berlaku saat ini.
Syafrin menjelaskan bahwa analisis subsidi tarif MRT dan LRT masih masuk dalam perhitungan, sehingga tidak ada kenaikan tarif. Ia menggunakan contoh angka keekonomian tarif MRT tahun lalu, yaitu Rp 13 ribu sekian, dan tarifnya sekitar Rp 7 ribu. Dengan demikian, subsidi tahun ini sekitar Rp 6 ribu rupiah per pelanggan, yang masih masuk dalam batas tarif.
Sementara itu, tariff Transjakarta harus diwaspadai, karena tarif Rp 3.500 diterapkan sejak 2005 dan sudah terjadi kenaikan sebesar 2,87 kali lipat. Menurut Syafrin, penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan layanan.
"Kita harus menyesuaikan tarif Transjakarta, karena tarif itu sudah tidak sesuai dengan kenaikan inflasi dan upah minimum," katanya. "Jadi, kita harus melakukan analisis baru untuk penyesuaian tarif Transjakarta."
Pemerintah DKI Jakarta juga harus mengelola APBD 2026 yang turun Rp 15 triliun menjadi Rp 79 triliun. Ini akan memerlukan realokasi dan efisiensi dalam penggunaan anggaran.
Syafrin menjelaskan bahwa analisis subsidi tarif MRT dan LRT masih masuk dalam perhitungan, sehingga tidak ada kenaikan tarif. Ia menggunakan contoh angka keekonomian tarif MRT tahun lalu, yaitu Rp 13 ribu sekian, dan tarifnya sekitar Rp 7 ribu. Dengan demikian, subsidi tahun ini sekitar Rp 6 ribu rupiah per pelanggan, yang masih masuk dalam batas tarif.
Sementara itu, tariff Transjakarta harus diwaspadai, karena tarif Rp 3.500 diterapkan sejak 2005 dan sudah terjadi kenaikan sebesar 2,87 kali lipat. Menurut Syafrin, penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan layanan.
"Kita harus menyesuaikan tarif Transjakarta, karena tarif itu sudah tidak sesuai dengan kenaikan inflasi dan upah minimum," katanya. "Jadi, kita harus melakukan analisis baru untuk penyesuaian tarif Transjakarta."
Pemerintah DKI Jakarta juga harus mengelola APBD 2026 yang turun Rp 15 triliun menjadi Rp 79 triliun. Ini akan memerlukan realokasi dan efisiensi dalam penggunaan anggaran.