Tutup 5 Pabrik Tekstil di Indonesia, Banyak Korban?
Pengusaha tekstil mengakui industri hulu mengalami penurunan produksi yang signifikan. Sampai 2025, ada 5 pabrik tekstil yang setop produksi dan menutup usahanya, dengan total korban pekerja sebanyak 3.000 orang.
Ada PT Polychem Indonesia di Karawang dan Tangerang, PT Asia Pacific Fibers di Karawang, PT Rayon Utama Makmur yang merupakan bagian Sritex Group di Bogor, dan PT Susilia Indah Synthetics Fiber Industries (Sulindafin) di Tangerang. Kondisi ini menjadi tanda deindustrialisasi tekstil benar-benar terjadi.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APsyFI), Farhan Aqil Syauqi, kerugian serius akibat penjualan yang tidak maksimal di pasar domestik menyebabkan tutupnya 5 perusahaan tersebut. Banjirnya produk impor dengan harga dumping adalah faktor utama.
Farhan mengatakan bahwa saat ini, ada 6 pabrik lainnya yang lini produksi sudah di bawah 50%, bahkan ada yang on-off dan 5 mesin polimerisasi sudah setop. Jika pemerintah tidak bisa mengontrol dan memberikan transparansi ke publik siapa penerima kouta impor paling banyak, maka akan terjadi penutupan pabrik tekstil lainnya di tahun 2026.
Pengusaha tekstil mengakui industri hulu mengalami penurunan produksi yang signifikan. Sampai 2025, ada 5 pabrik tekstil yang setop produksi dan menutup usahanya, dengan total korban pekerja sebanyak 3.000 orang.
Ada PT Polychem Indonesia di Karawang dan Tangerang, PT Asia Pacific Fibers di Karawang, PT Rayon Utama Makmur yang merupakan bagian Sritex Group di Bogor, dan PT Susilia Indah Synthetics Fiber Industries (Sulindafin) di Tangerang. Kondisi ini menjadi tanda deindustrialisasi tekstil benar-benar terjadi.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APsyFI), Farhan Aqil Syauqi, kerugian serius akibat penjualan yang tidak maksimal di pasar domestik menyebabkan tutupnya 5 perusahaan tersebut. Banjirnya produk impor dengan harga dumping adalah faktor utama.
Farhan mengatakan bahwa saat ini, ada 6 pabrik lainnya yang lini produksi sudah di bawah 50%, bahkan ada yang on-off dan 5 mesin polimerisasi sudah setop. Jika pemerintah tidak bisa mengontrol dan memberikan transparansi ke publik siapa penerima kouta impor paling banyak, maka akan terjadi penutupan pabrik tekstil lainnya di tahun 2026.