Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah mencapai 99,99 persen keberhasilan, namun koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai ini sebagai tanda bahaya. Menurutnya, klaim ini menyepelekan keselamatan nyawa anak yang masih terkena dampak program tersebut.
Sebelumnya, JPPI melaporkan bahwa sekitar 1.602 anak menjadi korban keracunan MBG pada pekan ini, meningkat dari 1.084 anak di pekan sebelumnya. Jumlah total korban mencapai 13.168 anak. Kasus tersebut tersebar di berbagai provinsi, dengan lima terbanyak di Jawa Barat (549 korban), Yogyakarta (491 korban), Jawa Tengah (270 korban), Sumatera Utara (99 korban), dan Nusa Tenggara Barat (84 korban).
Ubaid Matraji menekankan bahwa ini hanya data berdasarkan laporan, sehingga yang tidak dilaporkan dan tidak terendus publik pasti lebih banyak lagi. Ia juga menyerukan pemerintah melindungi pelapor dan pengungkap kasus keracunan, bukan malah menakut-nakuti mereka dengan mengintimidasi agar menandatangani surat pernyataan.
Selain itu, Ubaid juga menilai bahwa pelaksanaan program MBG masih belum berlangsung baik. Ia menyebutkan bahwa masih banyak ketimpangan antara wilayah pedesaan dan perkotaan, termasuk di daerah 3T yang sangat membutuhkan, namun belum menikmati MBG.
"Dengan demikian, klaim 99,99 persen sukses hanyalah propaganda politik yang menipu publik," kata Ubaid. Oleh sebab itu, JPPI merekomendasikan agar pemerintah menghentikan sementara penyaluran MBG sampai ada aturan yang jelas dan semua wilayah serta SPPG memenuhi standar keamanan pangan.
"Termasuk, mendesak segera dibentuk tim investigasi independen yang melibatkan masyarakat sipil, tenaga kesehatan, dan pihak sekolah untuk mengungkap kasus keracunan serta menindak pelaku kelalaian," katanya.
Selain itu, Ubaid juga menyerukan pemerintah membuka ke publik dan mengesahkan Perpres MBG secara transparan, dengan melibatkan masyarakat sipil dalam pembahasan dan pengawasannya. Audit dana dan rantai distribusi MBG dinilai perlu agar program bebas dari korupsi, konflik kepentingan, dan manipulasi data.
"Kalau pemerintah serius ingin menyehatkan anak bangsa, hentikan propaganda angka, benahi sistemnya dari hulu ke hilir. Keberhasilan sejati bukan ketika Presiden puas dengan statistik, tapi ketika setiap anak Indonesia benar-benar makan bergizi, aman, dan bebas dari kebohongan," ujar Ubaid.
Sebelumnya, JPPI melaporkan bahwa sekitar 1.602 anak menjadi korban keracunan MBG pada pekan ini, meningkat dari 1.084 anak di pekan sebelumnya. Jumlah total korban mencapai 13.168 anak. Kasus tersebut tersebar di berbagai provinsi, dengan lima terbanyak di Jawa Barat (549 korban), Yogyakarta (491 korban), Jawa Tengah (270 korban), Sumatera Utara (99 korban), dan Nusa Tenggara Barat (84 korban).
Ubaid Matraji menekankan bahwa ini hanya data berdasarkan laporan, sehingga yang tidak dilaporkan dan tidak terendus publik pasti lebih banyak lagi. Ia juga menyerukan pemerintah melindungi pelapor dan pengungkap kasus keracunan, bukan malah menakut-nakuti mereka dengan mengintimidasi agar menandatangani surat pernyataan.
Selain itu, Ubaid juga menilai bahwa pelaksanaan program MBG masih belum berlangsung baik. Ia menyebutkan bahwa masih banyak ketimpangan antara wilayah pedesaan dan perkotaan, termasuk di daerah 3T yang sangat membutuhkan, namun belum menikmati MBG.
"Dengan demikian, klaim 99,99 persen sukses hanyalah propaganda politik yang menipu publik," kata Ubaid. Oleh sebab itu, JPPI merekomendasikan agar pemerintah menghentikan sementara penyaluran MBG sampai ada aturan yang jelas dan semua wilayah serta SPPG memenuhi standar keamanan pangan.
"Termasuk, mendesak segera dibentuk tim investigasi independen yang melibatkan masyarakat sipil, tenaga kesehatan, dan pihak sekolah untuk mengungkap kasus keracunan serta menindak pelaku kelalaian," katanya.
Selain itu, Ubaid juga menyerukan pemerintah membuka ke publik dan mengesahkan Perpres MBG secara transparan, dengan melibatkan masyarakat sipil dalam pembahasan dan pengawasannya. Audit dana dan rantai distribusi MBG dinilai perlu agar program bebas dari korupsi, konflik kepentingan, dan manipulasi data.
"Kalau pemerintah serius ingin menyehatkan anak bangsa, hentikan propaganda angka, benahi sistemnya dari hulu ke hilir. Keberhasilan sejati bukan ketika Presiden puas dengan statistik, tapi ketika setiap anak Indonesia benar-benar makan bergizi, aman, dan bebas dari kebohongan," ujar Ubaid.