Komisi Reformasi Polri Mulai Mengumpulkan Aspirasi Publik
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa komisinya memasuki tahap penting dalam pengumpulan aspirasi publik. Tahap ini akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi reformasi menyeluruh terhadap institusi Polri.
Jimly menegaskan bahwa komisi bekerja berdasarkan mandat langsung dari Presiden, yang bersifat tidak dapat dinegosiasikan. Komisi diberikan waktu tiga bulan untuk merampungkan laporan final dan akan mengumpulkan aspirasi masyarakat melalui berbagai kanal, termasuk publik, akademisi, organisasi masyarakat, lembaga riset, dan unsur internal Polri.
Puluhan ribu masukan telah masuk dan sedang diproses. Tahap kedua adalah penyusunan rekomendasi kebijakan oleh sepuluh anggota komisi berdasarkan data dan analisis kebutuhan reformasi. Keputusan harus dibuat dengan akal sehat dan hati nurani, bukan reaksi emosional.
Tahap ketiga mencakup finalisasi laporan, termasuk opsi revisi peraturan, penyempurnaan kode etik, dan rekomendasi perubahan regulasi. Komisi juga menyoroti tiga klaster utama reformasi yang menjadi fokus komisi: struktural, instrumental, dan kultural.
Reformasi struktural mencakup organisasi dan tata kewenangan; reformasi instrumental meliputi pembaruan regulasi, SOP, serta penguatan rule of law dan rule of ethics. Sementara reformasi kultural berfokus pada perubahan mentalitas dan budaya kerja.
"Tiga aspek ini tidak boleh dipisahkan. Pendekatan kultural memang penting, tapi hasilnya jangka panjang. Karena itu, pembenahan struktural dan regulatif harus dilakukan terlebih dahulu," ujarnya Jimly.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa komisinya memasuki tahap penting dalam pengumpulan aspirasi publik. Tahap ini akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi reformasi menyeluruh terhadap institusi Polri.
Jimly menegaskan bahwa komisi bekerja berdasarkan mandat langsung dari Presiden, yang bersifat tidak dapat dinegosiasikan. Komisi diberikan waktu tiga bulan untuk merampungkan laporan final dan akan mengumpulkan aspirasi masyarakat melalui berbagai kanal, termasuk publik, akademisi, organisasi masyarakat, lembaga riset, dan unsur internal Polri.
Puluhan ribu masukan telah masuk dan sedang diproses. Tahap kedua adalah penyusunan rekomendasi kebijakan oleh sepuluh anggota komisi berdasarkan data dan analisis kebutuhan reformasi. Keputusan harus dibuat dengan akal sehat dan hati nurani, bukan reaksi emosional.
Tahap ketiga mencakup finalisasi laporan, termasuk opsi revisi peraturan, penyempurnaan kode etik, dan rekomendasi perubahan regulasi. Komisi juga menyoroti tiga klaster utama reformasi yang menjadi fokus komisi: struktural, instrumental, dan kultural.
Reformasi struktural mencakup organisasi dan tata kewenangan; reformasi instrumental meliputi pembaruan regulasi, SOP, serta penguatan rule of law dan rule of ethics. Sementara reformasi kultural berfokus pada perubahan mentalitas dan budaya kerja.
"Tiga aspek ini tidak boleh dipisahkan. Pendekatan kultural memang penting, tapi hasilnya jangka panjang. Karena itu, pembenahan struktural dan regulatif harus dilakukan terlebih dahulu," ujarnya Jimly.