Kubu Keraton Solo Terbelah, Sang Raja Memilih Putra Sulung sebagai Penggantinya
Pakubuwono XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi, yang merupakan putra sulung dari Sri Susuhunan Pakubuwono XII terus memimpin Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di usia 77 tahun, Pakubuwono XIII meninggal dunia pada Minggu (2/11) pagi.
Sang raja meninggal setelah cukup lama menjalani perawatan di rumah sakit sejak 20 September lalu. Wafatnya Pakubuwono XIII mengakibatkan kedua kubu keraton menobatkan diri sendiri sebagai penerus sah takhta. Pada awalnya, dua kubu tersebut saling bersaing untuk merebut takhta.
Pembelahan kepemimpinan memicu perkelahian antar darah biru di kompleks keraton pada akhir September 2004. Dua kelompok masing-masing memiliki pengikut yang setia dan dukungan dari kalangan bangsawan Solo serta utusan kerajaan dari berbagai daerah.
Dukungan tiga sesepuh keraton mempertegas keabsahan Hangabehi sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono XIII. Meski masih menghadapi perpecahan, Hangabehi tetap melanjutkan penobatan di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil Lor.
Sang raja mewarisi keraton yang terbelah dan harus berjuang memulihkan martabat istana di tengah sorotan publik. Di balik tekanan itu, PB XIII tetap setia pada misi pelestarian budaya.
Masa pemerintahannya dikenang sebagai masa kebangkitan kembali keraton dari perpecahan menuju persatuan. Sang raja meninggalkan warisan tentang arti sesungguhnya dari 'ngayomi', melindungi dan mempersatukan.
Pakubuwono XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi, yang merupakan putra sulung dari Sri Susuhunan Pakubuwono XII terus memimpin Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di usia 77 tahun, Pakubuwono XIII meninggal dunia pada Minggu (2/11) pagi.
Sang raja meninggal setelah cukup lama menjalani perawatan di rumah sakit sejak 20 September lalu. Wafatnya Pakubuwono XIII mengakibatkan kedua kubu keraton menobatkan diri sendiri sebagai penerus sah takhta. Pada awalnya, dua kubu tersebut saling bersaing untuk merebut takhta.
Pembelahan kepemimpinan memicu perkelahian antar darah biru di kompleks keraton pada akhir September 2004. Dua kelompok masing-masing memiliki pengikut yang setia dan dukungan dari kalangan bangsawan Solo serta utusan kerajaan dari berbagai daerah.
Dukungan tiga sesepuh keraton mempertegas keabsahan Hangabehi sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono XIII. Meski masih menghadapi perpecahan, Hangabehi tetap melanjutkan penobatan di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil Lor.
Sang raja mewarisi keraton yang terbelah dan harus berjuang memulihkan martabat istana di tengah sorotan publik. Di balik tekanan itu, PB XIII tetap setia pada misi pelestarian budaya.
Masa pemerintahannya dikenang sebagai masa kebangkitan kembali keraton dari perpecahan menuju persatuan. Sang raja meninggalkan warisan tentang arti sesungguhnya dari 'ngayomi', melindungi dan mempersatukan.