Jakarta terpilih untuk menjadi salah satu kota di dunia yang berpartisipasi dalam program Leadership Exchange Programme (LEP) putaran ketiga, yang diadakan oleh World Cities Culture Forum (WCCF). Kota ini bekerja sama dengan Milano untuk membawa tema "Public Art and Co-Creation" atau "Menciptakan Seni Publik Berbasis Ko-kreasi".
Tema ini menekankan pentingnya kerja sama antara lembaga budaya dan masyarakat dalam menghadirkan karya seni publik yang mencerminkan identitas lokal serta membangun rasa bangga warga. Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, menyampaikan bahwa keikutsertaan Jakarta di program ini merupakan momentum untuk memperkuat peran budaya dalam membentuk karakter dan wajah kota.
"M kami berharap kolaborasi ini dapat menghadirkan karya seni publik yang tidak sekadar hadir sebagai karya, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga dan kedekatan emosional terhadap budaya Jakarta," kata Miftah dikutip dari siaran pers Pemprov Jakarta.
Program LEP 2025 mengangkat program "The Meeting Point" atau "Titik Temu", yang bertujuan untuk mengintegrasikan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya di tingkat komunitas atau kampung serta memperkuat jejaring antarwarga. Program ini diharapkan akan membantu meningkatkan posisi Jakarta sebagai Kota Global.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Danny Yuwanda, menyatakan bahwa terpilihnya Jakarta dalam LEP adalah kehormatan sekaligus pengakuan atas dinamika dan potensi ekosistem seni rupa. Dia menekankan bahwa program ini memberikan kesempatan penting untuk memperluas jejaring atau memperdalam pertukaran pengetahuan dengan para pemimpin seni dari berbagai negara.
Dan, Founder Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, menyebutkan bahwa LEP adalah momen pengakuan dunia terhadap Jakarta. Menurutnya, Jakarta telah menjadi kota global sejak abad ke-5 dan memiliki keunggulan di bidang desain, ruang kota, dan kreativitas.
"Dan narasi-narasi Jakarta sebagai kota global ini akan semakin mengakar pada memori kolektif warganya dalam konteks budaya," kata Asep.
Tema ini menekankan pentingnya kerja sama antara lembaga budaya dan masyarakat dalam menghadirkan karya seni publik yang mencerminkan identitas lokal serta membangun rasa bangga warga. Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, menyampaikan bahwa keikutsertaan Jakarta di program ini merupakan momentum untuk memperkuat peran budaya dalam membentuk karakter dan wajah kota.
"M kami berharap kolaborasi ini dapat menghadirkan karya seni publik yang tidak sekadar hadir sebagai karya, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga dan kedekatan emosional terhadap budaya Jakarta," kata Miftah dikutip dari siaran pers Pemprov Jakarta.
Program LEP 2025 mengangkat program "The Meeting Point" atau "Titik Temu", yang bertujuan untuk mengintegrasikan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya di tingkat komunitas atau kampung serta memperkuat jejaring antarwarga. Program ini diharapkan akan membantu meningkatkan posisi Jakarta sebagai Kota Global.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Danny Yuwanda, menyatakan bahwa terpilihnya Jakarta dalam LEP adalah kehormatan sekaligus pengakuan atas dinamika dan potensi ekosistem seni rupa. Dia menekankan bahwa program ini memberikan kesempatan penting untuk memperluas jejaring atau memperdalam pertukaran pengetahuan dengan para pemimpin seni dari berbagai negara.
Dan, Founder Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, menyebutkan bahwa LEP adalah momen pengakuan dunia terhadap Jakarta. Menurutnya, Jakarta telah menjadi kota global sejak abad ke-5 dan memiliki keunggulan di bidang desain, ruang kota, dan kreativitas.
"Dan narasi-narasi Jakarta sebagai kota global ini akan semakin mengakar pada memori kolektif warganya dalam konteks budaya," kata Asep.