Pemerintahan Prabowo-Gibran menghadapi kemunduran serius dalam reformasi sektor pertahanan dan keamanan, menurut laporan dari organisasi Imparsial. Menurut wakil direkturImparsial, Hussein Ahmad, pemerintahan ini tidak hanya gagal melanjutkan reformasi TNI, tetapi juga memperkuat militerisme dan mengembalikan peran militer dalam berbagai aspek kehidupan bernegara.
"Jika pola kebijakan ini terus berlanjut, demokrasi Indonesia akan menghadapi ancaman serius. Demokrasi yang kita bangun akan mengancam hak asasi manusia, pelemahan supremasi hukum dan munculnya model pemerintahan yang otokratis," ujar Hussein.
Pemerintahan Prabowo-Gibran mempertegas konsolidasi ulang militerisme di Indonesia. Gejala ini tampak dari normalisasi keterlibatan militer dalam ranah sipil, seperti proyek strategis nasional (PSN) Food Estate di Merauke.
Proyek tersebut, yang diikuti dengan pembentukan lima Batalyon Infanteri Penyangga Daerah Rawan (Yonif PDR) di Papua, menyimpang dari peran utama TNI dan berpotensi memperburuk kekerasan di wilayah tersebut. Menurut Imparsial, langkah itu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik secara damai.
Selain itu, keterlibatan militer dalam program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga dinilai sebagai bentuk pergeseran peran TNI dari fungsi utama pertahanan ke ranah sipil. Pengangkatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, seperti pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan pengangkatan dua kali Dirut Bulog dari kalangan militer aktif, juga melanggar aturan yang menegaskan bahwa prajurit aktif tidak boleh terlibat dalam politik praktis.
Dengan demikian, pemerintahan Prabowo-Gibran menghadapi kemunduran serius dalam reformasi sektor pertahanan dan keamanan.
"Jika pola kebijakan ini terus berlanjut, demokrasi Indonesia akan menghadapi ancaman serius. Demokrasi yang kita bangun akan mengancam hak asasi manusia, pelemahan supremasi hukum dan munculnya model pemerintahan yang otokratis," ujar Hussein.
Pemerintahan Prabowo-Gibran mempertegas konsolidasi ulang militerisme di Indonesia. Gejala ini tampak dari normalisasi keterlibatan militer dalam ranah sipil, seperti proyek strategis nasional (PSN) Food Estate di Merauke.
Proyek tersebut, yang diikuti dengan pembentukan lima Batalyon Infanteri Penyangga Daerah Rawan (Yonif PDR) di Papua, menyimpang dari peran utama TNI dan berpotensi memperburuk kekerasan di wilayah tersebut. Menurut Imparsial, langkah itu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik secara damai.
Selain itu, keterlibatan militer dalam program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga dinilai sebagai bentuk pergeseran peran TNI dari fungsi utama pertahanan ke ranah sipil. Pengangkatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, seperti pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan pengangkatan dua kali Dirut Bulog dari kalangan militer aktif, juga melanggar aturan yang menegaskan bahwa prajurit aktif tidak boleh terlibat dalam politik praktis.
Dengan demikian, pemerintahan Prabowo-Gibran menghadapi kemunduran serius dalam reformasi sektor pertahanan dan keamanan.