Tadi sore, sidang paripurna Pansus Hak Angket DPRD Kabupaten Pati dibacakan. Rapat itu digelar untuk menentukan nasib Bupati Sudewo yang diminta mundur oleh rakyatnya sendiri. Rapat tersebut diwarnai unjuk rasa dua kelompok massa di luar gedung, yakni massa pro Sudewo dan massa yang kontra dengannya.
Bupati Pati, Sudewo, hadir dalam sidang paripurna itu secara daring melalui sambungan video conference. Sidang paripurna tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas protes masyarakat Pati terhadap kebijakan Bupati Sudewo yang sempat menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Mayoritas anggota DPRD Pati sepakat bahwa Sudewo hanya perlu memperbaiki diri. Pemakzulan Bupati Sudewo urung dilakukan karena sebanyak 36 dari 49 anggota dewan memilih opsi untuk tidak memakzulkan politisi Gerindra itu.
Menurut Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, keputusan untuk meminta perbaikan kinerja, alih-alih pemakzulan, merupakan keputusan mayoritas fraksi di DPRD Pati. Pemakzulan Sudewo hanya didukung oleh fraksi PDIP saja.
Polemik pemakzulan Bupati Pati, Sudewo, sebelumnya bermula dari rencana kebijakan pemerintahannya untuk menaikkan PBB-P2 sebesar 250 persen. Kebijakan itu ramai diprotes masyarakat karena dinilai tidak sensitif dengan penderitaan rakyat Pati.
Sementara itu, pansus memberi rekomendasi untuk memberhentikan Sudewo secara sementara untuk mengikuti proses hukum dalam kasus korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) yang menjeratnya. Terkait hal tersebut adalah pemberhentian sementara, bukan pemakzulan karena kasus korupsi itu terjadi sebelum Sudewo jadi bupati.
Meskipun tidak merekomendasikan pemakzulan, pansus menilai bahwa pernyataan Sudewo ketika merespons unjuk rasa masyarakat adalah tindakan yang tidak tepat. Pernyataan kontroversial Sudewo juga kebijakan yang tidak sensitif pada rakyat tersebut, jelas Pansus, telah merusak sejarah Pati sejak kemerdekaan Indonesia.
Sementara itu, Ali Badrudin dalam keterangan pasca rapat menjelaskan bahwa keputusan untuk meminta perbaikan kinerja, alih-alih pemakzulan, merupakan keputusan mayoritas fraksi di DPRD Pati.
Bupati Pati, Sudewo, hadir dalam sidang paripurna itu secara daring melalui sambungan video conference. Sidang paripurna tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas protes masyarakat Pati terhadap kebijakan Bupati Sudewo yang sempat menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Mayoritas anggota DPRD Pati sepakat bahwa Sudewo hanya perlu memperbaiki diri. Pemakzulan Bupati Sudewo urung dilakukan karena sebanyak 36 dari 49 anggota dewan memilih opsi untuk tidak memakzulkan politisi Gerindra itu.
Menurut Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, keputusan untuk meminta perbaikan kinerja, alih-alih pemakzulan, merupakan keputusan mayoritas fraksi di DPRD Pati. Pemakzulan Sudewo hanya didukung oleh fraksi PDIP saja.
Polemik pemakzulan Bupati Pati, Sudewo, sebelumnya bermula dari rencana kebijakan pemerintahannya untuk menaikkan PBB-P2 sebesar 250 persen. Kebijakan itu ramai diprotes masyarakat karena dinilai tidak sensitif dengan penderitaan rakyat Pati.
Sementara itu, pansus memberi rekomendasi untuk memberhentikan Sudewo secara sementara untuk mengikuti proses hukum dalam kasus korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) yang menjeratnya. Terkait hal tersebut adalah pemberhentian sementara, bukan pemakzulan karena kasus korupsi itu terjadi sebelum Sudewo jadi bupati.
Meskipun tidak merekomendasikan pemakzulan, pansus menilai bahwa pernyataan Sudewo ketika merespons unjuk rasa masyarakat adalah tindakan yang tidak tepat. Pernyataan kontroversial Sudewo juga kebijakan yang tidak sensitif pada rakyat tersebut, jelas Pansus, telah merusak sejarah Pati sejak kemerdekaan Indonesia.
Sementara itu, Ali Badrudin dalam keterangan pasca rapat menjelaskan bahwa keputusan untuk meminta perbaikan kinerja, alih-alih pemakzulan, merupakan keputusan mayoritas fraksi di DPRD Pati.