Bukti Penyerapan Uang Suap Dalam Kasus Vonis Lepas Migor, Hakim Ali Muhtarom Mengaku Menjadi Inisiator.
Dalam sidang pengadilan terkait kasus vonis lepas korporasi migor yang melibatkan sejumlah besar uang suap, hakim terdakwa Ali Muhtarom mengaku menjadi inisiator dalam penentuan putusan tersebut. Menurut Ali, ide untuk melepaskan vonis lepas itu muncul dari percakapan selama persidangan, di mana dia mendengar keterangan saksi dan ahli.
Ali mengatakan bahwa ada perdebatan antara hakim Djuyamto yang menyukai opsi bebas terhadap vonis lepas, dengan Ali sendiri yang lebih mendukung opsi onslag. Namun, dalam percakapan berlangsung di ruangan pengadilan, dia menyatakan bahwa pikiran putusannya sebenarnya berasal dari dirinya sendiri.
Percakapan tersebut terjadi beberapa minggu setelah persidangan, ketika hakim dan para terdakwa menghadirkan diri kembali ke ruang sidang untuk membahas hasil percakapan tersebut. Dalam percakapan ini, Ali menyatakan bahwa dia tidak pernah tersandera dengan uang suap yang diberikan oleh para terdakwa.
Menurut Jaksa, total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, dan Ali, mantan Ketua PN Jakarta Selatan dan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Masing-masing diharapkan akan menerima bagian uang suap tersebut.
Dalam surat dakwaan jaksa, Arif didakwa menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali diharapkan akan memperoleh Rp 6,2 miliar.
Dalam sidang pengadilan terkait kasus vonis lepas korporasi migor yang melibatkan sejumlah besar uang suap, hakim terdakwa Ali Muhtarom mengaku menjadi inisiator dalam penentuan putusan tersebut. Menurut Ali, ide untuk melepaskan vonis lepas itu muncul dari percakapan selama persidangan, di mana dia mendengar keterangan saksi dan ahli.
Ali mengatakan bahwa ada perdebatan antara hakim Djuyamto yang menyukai opsi bebas terhadap vonis lepas, dengan Ali sendiri yang lebih mendukung opsi onslag. Namun, dalam percakapan berlangsung di ruangan pengadilan, dia menyatakan bahwa pikiran putusannya sebenarnya berasal dari dirinya sendiri.
Percakapan tersebut terjadi beberapa minggu setelah persidangan, ketika hakim dan para terdakwa menghadirkan diri kembali ke ruang sidang untuk membahas hasil percakapan tersebut. Dalam percakapan ini, Ali menyatakan bahwa dia tidak pernah tersandera dengan uang suap yang diberikan oleh para terdakwa.
Menurut Jaksa, total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, dan Ali, mantan Ketua PN Jakarta Selatan dan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Masing-masing diharapkan akan menerima bagian uang suap tersebut.
Dalam surat dakwaan jaksa, Arif didakwa menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali diharapkan akan memperoleh Rp 6,2 miliar.